Analisis Novel Lusi Lindri
Karya : Y. B. Mangunwijaya
Disusun Oleh :
Bhakti Prio S.
Faturachman Octaviardi
Ilham Samara Bhakti R.
Irvan Faturrahman
Robian Abdi
XII IPA 2
SMA N 98 JAKARTA
1.
Pendahuluan
Novel merupakan bentuk karya sastra. Sebagai bahan
bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya
hiburan.Yaitu bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut
sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut karya yang
indah, menarik dan juga memberikan hiburan pada kita. Novel syarat utamanya
adalah bahwa ia mesti menarik,
menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.
Novel terbagi menjadi beberapa macam, seperti novel
romantisme,novel hiburan, novel sejarah. Novel sejarah merupakan cerita yang
terjadi saat zaman dahulu. Novel ini biasanya menceritakan tentang masa
kerajaan, seperti Novel trilogi Rara
Mendut.
Novel Sejarah biasanya berguna mengetahui fakta-fakta sejarah pada cerita yang
diceritakan novel tersebut. Novel sejarah bisa dijadikan sebagai sumber dari sejarah. Novel ini
bermanfaat untuk pengetahuan sejarah yang sudah mulai redup.
2.
Isi
2.1
Sinopsis
Sepeninggal Slamet, sang
suami, Genduk Duku mengabdikan diri kepada Bendara Pahitmadu di
pesanggrahannya. Bendara yang satu ini memang selama masa hidupnya tidak pernah memiliki
pendamping hidup. Dengan demikian keberadaan Duku dan si kecil Lusi merupakan
kebahagian sebagai penuntas rasa kesepian di hari tuanya. Duku sudah dianggap
seperti anaknya sendiri, dan Lusi tentu saja menjadi cucu kinasihnya.
3.
4. Kasih sayang Bendara putri
yang satu ini memang tulus dan suci. Sikap agung demikian memang sangat berlawanan
dengan adiknya, Wiraguna. Di senja hari hidupnya, di tengah deraan sakit tua
yang kian parah, berkunjunglah beberapa kerabat dan pejabat kalangan istana.
Pada saat Wiraguna dan Tumenggung Singaranu berkunjung, terucaplah wasiatnya
melalui Putri Arumardi. Diamanatkannya bahwa Genduk Duku diberinya warisan
sebidang tanah di daerah Tempuran wilayah dataran Kedu. Dan kepada Putri
Arumardi dipintanya untuk mengasuh Lusi Lindri dengan baik, dan kelak jika
sudah remaja agar Lusi dititipkan untuk mengabdi kepada Nyai Pinundhi, istri
Tumenggung bijak Singaranu di Puri Jagaraga.
5.
6. Roda hidup memang
senantiasa berputar sebagaimana menjadi titah Gusti Allah. Merenung dalam atas
kelakuan putra mahkota Raden Mas Jibus membuat kesehatan Sinuwun Susuhunan
Adiprabu Hanyakrakusuma surut. Dan memang takdir tak dapat ditolak ketika sang
malaikat maut menjemput raja Mataram teragung tersebut menuju alam kasedan
jati. Sultan Agung yang mendapatkan gelar sultan dari Mekah mangkat di tengah
kegalauan hatinya memikirkan masa depan negaranya ini, kemudian dimakamkan di
pemakaman yang beliau bangun sendiri di bukit Imogiri.
7.
8. Sepeninggal Sultan Agung
maka secara otomatis Raden Mas Jibus sebagai putra mahkota bergelar Pangeran
Aria Mataram ditasbihkan menduduki tahta Mataram. Berbeda dengan kakek dan
ayahandanya yang menyandang gelar Hanyakrawati dan Hanyakrakusuma, maka raja
yang baru ini, dengan segala ambisi dan kesombongannya memilih Hamangkurat.
Bumi dan jagad semesta ingin dipangkunya sebagaimana kegemarannya memangku
wanita-wanita yang dirampasnya dari suami-suami dan orang tua mereka.
9.
10. Kelompok kecil yang
sebenarnya lebih menyukai Pangeran Alit, terutama para adipati petinggi dari
brang wetan seperti Surabaya dan Madura menjadi berkecil hati atas sikap raja
mereka yang baru. Ada desas-desus di kalangan dalam bahwa mereka satu per satu
akan disingkirkan. Suasana demikian menjadikan Pangeran Alit bergejolak panas
jiwa remajanya, hingga di suatu senja ia ingin melabrak istana sang raja.
Situasi ini sebenarnya merupakan taktik Jibus untuk memancing emosi Pangeran
Alit, hingga ia mempunyai alasan kuat untuk menyingkirkan duri dalam dagingnya.
11.
12. Dan memang senja itu menjadi
demikian sangat mencekam. Pangeran Alit remaja belia itu segera berhadapan dengan pengawal dalem.
Dengan kemarahan yang tiada terkendali berhasil ditikamnya beberapa pejabat.
Melihat gelagat demikian Adipati Sampang segera menerjang, dan hanya dalam
beberapa gebrakan berhasil ditikamkannya keris pusakanya tepat mengenai leher
sang Pangeran Alit. Senja itu telah menjadi saksi sejarah untuk pertama kalinya
terjadi darah tumpah diantara anak cucu Panembahan Senapati.
13.
14. Beberapa kalangan pejabat
yang sangat setia kepada ayahandanya, namun berseberangan dengan kebiasaan
jahatnya disingkirkan Amangkurat satu persatu. Di antara mereka adalah
Tumenggung Dipayuda dan tentu saja sang Manggala Yudha Wiraguna. Wiraguna
terutama, dianggap telah mempermalukan dirinya di muka Sultan Agung terkait
peristiwa Tejarukmi. Dengan taktik menggempur Blambangan, keduanya dikirim
memimpin pasukan perang Mataram. Bahkan dengan kelicikan Amangkurat,
diperintahkanlah seorang pembunuh khusus untuk meracun Wiraguna dengan racun
tikus.
15.
Tidak hanya sang panglima
yang ditumpas habis, segenap keluarga, para istri, selir, bahkan semua abdi
harus dibantai sesuai titah raja. Demikian kejam hukum kerajaan dengan titah
sang raja adalah takdir wali Tuhan di muka bumi. Tak lepas semua anggota Puri
Wiragunapun akan dipenggal massal satu per satu.
16.
Saat perintah demikian
dititahkan, Tumenggung setia Singaranu mengutus Lusi yang sebagaimana ibunya
sangat mahir menunggang kuda, untuk memberikan surat khusus kepada Putri
Arumardi. Dengan bantuan Lusi akhirnya Putri Arumardi berhasil meloloskan diri
sebelum pasukan khusus yang bertugas melaksanakan pembantaian tiba. Putri Arumardi
kemudian melarikan diri ke arah barat hingga mencapai Kali Progo. Dari sana ia
menyusur ke utara untuk tinggal bersama Genduk Duku di Tempuran, wilayah Kedu
di selatan Gunung Tidar.
17.
Tidak berhenti sampai di
situ, antek-antek Jibus menghembuskan warta bahwa para ulama dan kaum santri
melakukan perongrongan tahta yang menjurus kepada tindakan makar. Maka di suatu
malam yang kelam tiada berbintang, terjadilah juga pembantaian masal terhadap
kaum santri tersebut. Sebanyak 6000 nyawa melayang dalam waktu sekejab. Sejak
awal para ulama memang selalu menyampaikan kritik soal perilaku tak bermoral
Jibus, bahkan sewaktu Sultan Agung masih sugeng.
18.
Kebijakan licik demikian
sebenarnya sangat menjadikan Pangeran Purbaya, sang pamanda, yang diamanati
secara khusus oleh Sultan Agung untuk memangkukan tahta Mataram kepada Jibus,
menjadi sangat terpukul dan sedih tiada tara. Ketika hal tersebut sengaja
dipertanyakannya kepada Amangkurat, jawaban yang diterimanya bahwa sebuah pohon
hanya dapat tumbuh dengan baik apabila tidak banyak ranting dan dahan
pengganggu. Dengan demikian ranting dan dahan pengganggu memas harus dipangkas.
Dan mengenai Pangeran Alit, hal itu memang sudah menjadi pesten, takdir Yang
Kuasa.
19.
Kejadian-kejadian tragis di
awal pemerintahan Amangkurat sudah pasti menjadikan Kanjeng Ratu Ibu, sang
ibunda meratap sedih mengingat kebesaran Sultan Agung almarhum. Namun
bagaimanapun diamnya seorang ibu, adalah menjadi kewajibannya untuk selalu
memberikan perlindungan kepada putranya. Bagaimanapun juga bagi seorang ibu,
kehormatan harus tetap dijunjung tinggi meski dengan cara berstrategi menutupi
kerendahan akhlak putranya. Munafik memang kelihatannya, namun demikianlah
peran ibu sang pelindung sejati sepanjang masa.
20.
Atas gagasan Kanjeng Ratu
Ibulah kemudian dibentuk satuan pengawal dalam Trisat Kenya. Pasukan tersebut
bertugas mengamankan keselamatan raja dalam lingkaran terdalamnya, bahkan dalam
sisi kehidupan paling privasinya. Pasukan pengawal ini, sesuai dengan namanya,
terdiri atas tiga puluh perawan pilihan yang dididik secara khusus dengan
ketrampilan olah kanuragan tinggi. Tugas seorang Trisat Kenya secara otomatis
akan berakhir manakala sang raja menitahkannya untuk dihadiahkan kepada pejabat
negara atau para adipati bawahan. Dan memang kebanyakan anggota Trisat Kenya
dinikahi oleh para bawahan raja sebagai hadiah.
21.
Pada suatu ketika,
berkuranglah seorang Trisat Kenya setelah dinikahkan dengan seorang pejabat di
Madiun. Sedikit berbincang, Kanjeng Ratu Ibu mneyampaikan hal tersebut kepada
Nyai Pinundhi pada saat berkunjung ke Puri Jagaraga. Dan ketika Lusi Lindri
keluar menghidangkan sajian, tuan rumah mengisahkan mengenai siapa Lusi, anak
dari Genduk Duku sang abdi Rara Mendut yang legendaris itu. Bahkan Kanjeng Ratu
Ibu juga mengetahui mengenai kisah affair Wiraguna di masa lalu itu. Saat
mendengar mengenai keahlian Lusi dalam olah katuranggan sebagaimana ibunya yang
berdarah Bima, secara terkesan Kanjeng Ratu Ibu menginginkan agar Lusi dapat
mengabdi sebagai Trisat Kenya. Keinginan seorang ibunda raja adalah titah dan
hukum yang harus ditaati.
22.
Begitu tahu akan ditugaskan
di dalam benteng istana, sesaat Lusi merasa terampas dari kemerdekaannya.
Bagaimanapun Lusi remaja ini baru saja mengenal rasa cinta terhadap makhluk
yang bernama lelaki. Beberapa kali mendapatkan tugas memandikan kuda di tepian
bendungan dekat randu lanang di samping puri Pangeran Tuban, sering dijumpainya
seorang peranakan Londo yang memikat hatinya. Pemuda tersebut bernama Hans.
Hanes adalah anak dari seorang tawanan dari Betawi yang mempunyai keahlian
bidang permeriaman. Tresno jalaran soko kulino, begitulah kata para leluhur.
Meski sadar akan perasaannya, namun bagaimanapun juga Lusi hanyalah seorang
abdi yang harus senantiasa taat terhadap titah bendaranya.
23.
Selain mengawal baginda raja
dalam acara-acara resmi kenegaraan, Lusi seringkali mendapatkan tugas khusus
yang langsung dari Kanjeng Ratu Ibu. Suatu ketika di puncak kemarahannya,
Pangeran Purbaya tidak mau sowan dalam paseban agung yang diselenggarakan
setiap minggu. Pisowanan tersebut merupakan acara resmi kenegaraan sebagai
bukti kesetiaan terhadap raja. Pejabat negara yang tidak mau hadir bisa
dianggap sebagai pemberontak, dan konsekuensinya adalah hukuman pancung.
24.
Di tengah keruncingan
hubungan anak dan pamannya, maka Kanjeng Ratu Ibu mempunyai cara terhormat
untuk mendamaikan keduanya. Suatu malam diutuslah Lusi untuk menyampaikan surat
rahasia kepada Pengaran Purbaya. Isi surat tersebut meminta kepada sang
pangeran untuk bertirakat di makam Sultan Agung malam itu juga. Menerima titah
yang berhubungan dengan Sultan Agung membuat Purbaya rela berangkat ke Imogiri,
meski untuk menjaga segala kemungkinan murka raja dibawanya lima ratusan
prajurit plihan.
25.
Di sisi lain, Kanjeng Ratu
Ibu meminta putranya Susuhunan Amangkurat untuk juga bertirakat di makam
ayahandanya sesuai wangsit yang diterimanya di tengah mimpi. Dengan berat hati
Jibus menyanggupi pergi ke Imogiri di keesokan harinya. Akhirnya tanpa
sepengetahuan anak-paman yang sedang berseteru itu, keduanya bertemu muka di depan
makam Sultan Agung, tokoh yang sama-sama mereka takuti dan hormati. Dan dalam
pertemuan tersebut berhasillah keduanya didamaikan. Pangeran Purbaya tidak
harus dihukum mati, dan rajapun tidak kehilangan muka karena tidak bisa
menghukum sang paman. Bahkan dalam pertemuan itu, raja menetapkan bahwa
Pangeran Purbaya tidak lagi diwajibkan untuk selalu hadir dalam setiap
pisowanan agung, hanya sekali-sekali saja jika dipandang perlu.
26.
Kejadian besar tersebut
dapat terjadi berkat kecakapan Lusi Lindri, kenya penunggang kuda trengginas
yang harus selalu mendar-mandir menunggang kuda di tengah malam buta dari
istana, Purbaya, Imogiri pulang pergi dalam waktu yang cepat. Di tengah
kelelahannya, tanpa sadar Lusi tersesat jalan hingga di tepian Segarayasa.
Danau buatan dari dibendungnya sungai Opak ini dibuat oleh raja terdahulu
sebagai tempat rekreasi keluarga raja. Di sanalah Lusi kemudian bertemu dengan
Pinaring, seorang duda beranak satu yang kelak menjadi pendamping hidupnya.
27.
Tugas rahasia berbahaya
lain dilakukan Lusi saat Amangkurat nandang wuyung, kasmaran dengan istri
seorang dalang dari Pajang. Sudah menjadi rahasia umum bahwa semenjak peristiwa
Tejarukmi, Jibus tidak lagi dapat menunaikan tugas kelelakiannya. Hal ini dipercaya sebagai
kutukan para santri yang dibantainya mencapai 6000 orang. Hanya saja konon
memang rupa sang istri dalang sangat mirip Tejarukmi, hingga sang raja menjadi
kasmaran.
28.
Adalah inisiatif Kanjeng Ratu
Ibu untuk menurutkan kehendak putranya. Maka lewat tangan Tumenggung Wiraprata
sang penjilat setia raja, diaturlah suatu pembunuhan rahasia atas sang dalang.
Lusi diperintahkan untuk menghadap Pangeran Selarong, adik Sultan Agung yang
terkenal memiliki racun yang berasal dari tetesan darah manusia jin Ki Juru
Taman. Namun demikian tak sembrangan, pangeran yang berperangai sableng dan
suka mabuk-mabukan ini, mau menyerahkan racun mautnya. Maka membaca firasat
jahat para penjilat raja, diberikanlah racun palsu yang dibawa oleh Lusi. Akhirnya dengan cara lain,
sang dalang berhasil disingkirkan untuk selamanya.
29.
Tugas Lusi kemudian menjemput
sang janda kembang. Dengan dua anggota Trisat Kenya yang lain, dibawalah janda
tersebut dengan sebuah kereta. Untuk mengurangi kecurigaan, maka sang janda
kemudian sengaja disembunyikan di pondok Peparing, di tepian Segarayasa. Akhirnya pada hari yang
tepat diboyonglah sang janda ke istana. Dan memang kemudian kegilaan Amangkurat
dapat terobati, janda itupun kemudian dinikahinya dan diberinya gelar Kanjeng
Ratu Malang. Malang memang esuai dengan nasibnya yang kehilangan suami tanpa
sepengetahuannya, dan suami barunyalah sebenarnya otak di balik pembunuhan
keji.
30.
Merasa jenuh dengan
rutinitas kesehariannya, dan sebenarnya lebih dari itu, Lusi sudah sangat muak
dengan kemunafikan dan kekejaman para kaum ningrat di selingkaran raja keji
Amangkurat. Ia kemudian megajukan diri untuk berlibur cuti mengunjungi ibunya
di Tempuran. Saat tengah masa bebas tugas tersebutlah, berdua dengan ibunya
ditengoklah Ki Legen dan Nyi Gendis di Jali.
31.
Pada saat tiba di Jali,
dilihatnya serombongan prajurit begundal Amangkurat yang diam-diam kemudian
sangat dibencinya, tengah menyiksa Ki Legen. Pada saat itu raja tengah selesai
menjalani masa tirakat, hingga kemudian ia berpotong rambut. Maka sudah menjadi
hukum negara bahwa seluruh rakyat Matarampun harus mengikuti potong rambut.
Melawan titah raja berarti hukuman mati balasannya. Dan celakanya Ki Legen tua
lupa akan perintah yang disampaikan oleh tetua dukuhnya.
32.
Menjumpai tindakan
kesewanangan di depan mata, nurani Lusi berontak. Dengan membabi buta,
diserangnya prajurit penyiksa tersebut. Terjadilah pertempuran sembunyi lari di
perkebunan kelapa, hingga akhirnya satu per satu regu prajurit tersebut binasa
di tangan seorang Trisat Kenya pembelot.
33.
Saat kembali ke pondok Ki
Legen, dijumpainya kakek tua tersebut telah tewas karena kepalanya dimasukkan
ke dalam ketel berisi air legen mendidih, dan tergeletak disampingnya Nyi
Gendis kaku memeluk suaminya. Ia rupanya terkena serangan jantung ketika
melihat suaminya meradang nyawa. Dua kakek nenek dewa penolong bagi Genduk Duku
telah tiada, dan mulai detik itu menggeloralah kebencian kepada sang Jibus
Amangkurat.
34.
Akhirnya dengan bergegas
karena menyadari diri mereka telah menjadi buronan musuh negara, Duku dan
anaknya kembali ke Tempuran. Mereka sangat sadar bahwa Tempuranpun tidak lagi
aman bagi keselamatannya, hingga diputuskannya untuk meminta suaka kepada
Tumenggung Singaranu dan Pangeran Selarong yang tengah dibuang di hutan
Waladana.
35.
Untuk menghindari
perjumpaan dengan prajurit Mataram, mereka sengaja mengambil jalur memutar
melewati celah Merapi Merbabu. Saat pendakian di Merapi, berjumpalah mereka
dengan serombongan putra Wanawangsa. Wanawangsa adalah anak cucu keturunan Ki
Ageng Giring. Mereka sejak awal berdirinya Mataram sebenarnya telah menyimpan
ketidaksukaan kepada keturunan Ki Pemanahan yang telah merengguk degan wahyu
gagak emprit yang telah didapatkan oleh Ki Ageng Giring. Meski telah ada
kesepakatan bahwa kelak setelah keturunan ke tujuh, wahyu kedaton akan pindah lagi
kepada keturunan Giring, namun putra Wanawangsa memilih menyingkir di tanah
Gunung Kidul yang tandus. Maka sejak saat itu bergabunglah Lusi dengan para
“pembrontak” kaum Tepasangin dari Gunung Kidul tersebut.
36.
Kewenangan dan kekejaman
Amangkurat dalam memerintah Mataram menjadikan banyak para adipati di daerah
membelot dari kekuasaan pusat. Di antara kelompok yang terkenal adalah para
adipati brang wetan di bawah Trunojoyo, Pangeran Kajoran di Wedi, bahkan sang
putra mahkotanya sendiri.
37.
38. Kezaliman sikap Jibus
sebagaimana dikhawatirkan oleh para pendahulunya benar-benar melemahkan citra
kekuatan Mataram. Intrik dan kelicikan untuk menurutkan nafsu kuasa benar-benar
menghantarkan Mataram menuju ke senjakalaning negari. Dan puncaknya adalah pada
saat gelombang pasukan Trunojoyo berhasil mendobrak benteng kotaraja Plered
yang sebenarnya telah kosong ditinggal lari oleh Amangkurat. Amangkurat memang
raja pengecut yang tidak memiliki jiwa satria sedikitpun. Demi keselamatan
sendiri, ia memilih tinggal glanggang colong playu.
2.2
Analisis usur intrinsik
2.2.1
Penokohan dan Perwatakan
Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa
diketahu karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat
tinggal.
2.2.1.1 Lusi Lindri
2.2.2
Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam novel. Alur tersusun dari beberapa tahap, yaitu tahap pengenalan, pertikaian,
perumitan, puncak, peleraian, dan penyelasian. Berikut ini adalah tahap-tahap
alur dalam novel Lusi Lindri :
2.2.2.1
Pengenalan
Lusi Lindri sebagai seorang anak nelayan
yang sudah tumbuh besar, menjadi seorang perempuan cantik, serta tatapan matanya sangat memikat Ratu Ibu untuk mengisis Pasukan
Trinisat. Pasukan tersebut bertugas
mengamankan keselamatan raja dalam lingkaran terdalamnya, bahkan dalam sisi kehidupan
paling privasinya. Pasukan pengawal ini, sesuai dengan namanya, terdiri atas
tiga puluh perawan pilihan yang dididik secara khusus dengan ketrampilan olah
kanuragan tinggi.
2.2.2.2
Pertikaian
Susuhan Amangkurat menyukai seorang istri
dalang. Dan atas perintah Ratu ibu Lusi diutus untuk mencari racun dan membunuh
si Dalang. Namun si dalang akhirnya meninggal, namun bukan karena racun yang
diberikan melainkan karena usaha Tumenggung Wiraprata.
2.2.2.3
Perumitan
Lusi merasa jenuh dengan rutinitas yang ia
lakukan sehari-hari, ditambah lagi dengan segala kemunafikan yang terjadi dalam
kerajaan. Ia meminta izin untuk berlibur kepada Ratu Ibu, untuk menemui ibunya
Genduk Duku.
2.2.2.4
Puncak
Lusi melihat Ki Legen diserang oleh
pasukan Mataram. Akhrinya ia menyerang pasukan itu dengan membabi buta. Namun
ternyata Ki Legen meninggal karena terkena serangan jantung. Akhirnya kini Lusi
menjadi buronan pasukan Mataram
2.2.2.5
Peleraian
Lusi menghindari diri mereka dari kejaran
pasukan Mataram. Mereka bertemu dengan pasukan pemberontak dan akhirnya
bergabunng dengan pasukan itu.
2.2.2.6
Penyelesaian
Lusi bersama Peparing suaminya, menemui Ibu Nyi Duku.
Ia kelihatan masih cantik di umurnya yang sudah tidak muda lagi. Anak dan ibu
saling berpelukan untuk saling memberikan kehangatan. Anak memeluk ibu dan
membenamkan wajah ibu di pelukannya, hangat tersenyum ibu disaksikan Peparing
dari ujung sampan yang ditumpangi bersama sambil mengayuh. Menurut sang mantu
senyum sang ibu manis sekali. Ternyata, beberapa saat kemudian Peparing tahu,
kalau ibu sudah tidak bernapas lagi. Lusi ia beritahu namun Lusi memeluk badan
sang ibu sampai sampan tiba di tepi.
2.2.3 Tema
Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari
jalan cerita novel.
Tema pada novel ini adalah pemberontakan.
2.2.4
Setting / latar
Setting / latar adalah segala seusatu yang
menggambarkan tempat peristiwa itu terjadi, keadaan saat pertistiwa itu
terjadi, dan waktu terjadinya peristiwa tersebut.
2.2.5
Sudut pandang
Sudut
pandang adalah cara
penulis menempatkan/menghadirkan tokoh dalam suatu cerita. Novel ini
menggunakan sudut pandang orang ketiga
pelaku utama.
3. SIMPULAN
Novel
Sejarah merupakan suatu bukti dari sejarah yang pernah terjadi. Dari novel
sejarah kita dapat belajar tentang kejadian- kejadian yang pernah terjadi. Kita
juga bisa belajar dari novel sejarah, hal-hal buruk yang pernah terjadi, jangan
sampai terjadi lagi menimpa diri kita. Dalam novel Lusi Lindri ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa di
zaman sekarang perempuan sudah tidak lagi menjadi budak yang tugasnya hanya
melayani lelaki tapi ia juga bisa menjadi pemimpin yang hebat.
PUSTAKA ACUAN
Keraf
, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa
Indonesia. Jakarta : Grasindo.
Mangunwijaya, Y. B. 1994. Rara
Mendut. Jakarta: Gamedia Pustaka Utama
Yasyin,
Sulchan.1997. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia. Surabaya : Amanah.
terimakasih sudah mempermudahkan saya utk memahami jalan cerita lusi lindri
BalasHapus🙏....
BalasHapusMANTAP DAN LENGKAP....TERIMAKASIH DAN SELAMAT BERKARYA LAGI.......
BalasHapus