qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm
|
Makalah Bahasa Indonesia
Gurindam 12 pasal 3 dan 4
Disusun Oleh :
Bhakti Prio
sejati
Faturachman
Oktaviardi
Ilham Bhakdi
Samara Riyadi
Irvan Faturrahman
Robian Abdi
Kelas : XII IPA
2
|
kata pengantar
Alhamdulillah
puji syukur kami hanturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk
dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Sholawat
dan salam tak lupa kami hanturkn kepada baginda Rasulullah SAW yang telah
membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang ini.
Selanjutnya
ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada Ibu Dwi Rini selaku guru
pembimbing mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kami menyadari berbagai kekurangan,
kelemahan, dan keterbatasan kami sehingga tetap terbuka kemungkinan terjadinya
kekeliruan, kekurangan dalam penulisan penyajian makalah ini. Oleh karena itu
kami sangat mengharap kritik dan saran dari para pembaca dalam rangka
menyelesaikan tugas ini.
Wasaalam
Penyusun
GURINDAM
Kata gurindam berasal dari bahasa Tamil yang berarti hiasan atau bunga.
Gurindam berisi nasihat ataupun filsafat hidup. Gurindam terbentuk dari sebuah kalimat
majemuk yang dibagi menjadi dua baris yang bersajak. Tiap-tiap baris adalah
kalimat. Perhubungan antara kalimat pertama dan kedua seperti perhubungan induk
kalimat dengan anak kalimat. Jumlah suku kata tiap baris dan pola iramanya
tidak ditentukan. Biasanya untuk menyampaikan suatu ide tertentu, diperlukan
rangkaian bebrapa bait gurindam.
Definisi Gurindam ialah satu bentuk puisi Melayu yang terdiri dari dua
baris yang berpasangan, bersajak atau berirama dan memberi idea yang lengkap
atau sempurna dalam pasangannya. Baris pertama gurindam dipanggil
syarat(protasis) dan baris kedua dipanggil jawab(apodotis).
Ciri-ciri:
(1)Puisinya masih tergolong sebagai puisi bebas dengan pengertian ia tidak
terikat dari segi rangkap, atau dikenali sebagai puisi yang tidak berangkap;
jika berangkap, maka tidak tentulah bilangan baris di dalam serangkap, atau
bilangan perkataan dalam satu rangkap
(2)Jika bentuk puisi yang dipilih terdiri daripada bentuk yang terikat,
contohnya seperti “Gurindam dua belas”, ikatan yang dipatuhi hanya pada
pasangan-pasangan yang berirama; manakala aspek lain, jumlah barisan dalam
serangkap, gabungan beberapa bentuk irama, dan sebagainya adalah bebas
(3) Walaupun bebas, puisinya masih menunjukkan ciri-ciri puisi tradisional,
misalnya mengadakan ritma antara baris- baris yang sejajar atau unsur-unsur
asonasi dan aliterasi antara kerat-kerat yang sejajar dalam baris
(4) Dalam satu untai gurindam mungkin dimulai, diselangi ataupun diakhiri
dengan bentuk yang lain, umumnya seperti pantun
(5) Dari segi isi, contoh-contoh ini
memperlihatkan keadaan yang benar dan serius, perasaan yang berat, tidak dengn
maksud jenaka atau bermain-main
(6) Dari segi fungsinya, ia tidak mempunyai maksud cerita seperti dalam
prosa berirama, berteka teki dalam teka teki, sindir dan giat seperti di dalam
seloka, undang-undang atau peraturan seperti dalam teromba, atau pembomohan dan
pengubatan seperti dalam mantera.
Gurindam
pasal 3 dan 4
1. Naskah
Gurindam Pasal 3 dan 4
Gurindam
pasal 3
|
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita. |
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping. |
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah. |
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan. |
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh. |
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat |
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi. |
Gurindam
Pasal 4
|
Hati
kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh. |
Apabila
dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah. |
Mengumpat
dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir. |
Pekerjaan
marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala. |
Jika
sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong. |
Tanda
orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka. |
Bakhil
jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah. |
Barang
siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar. |
Barang
siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur. |
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi. |
2.
Analisis
Naskah (Pasal 3)
|
Isi
|
Nilai
|
Makna
|
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita. |
Jika kita tidak
memperhatikan dunia luas kita tidak akan mempunyai informasi tentang apapun.
|
Moral
|
Dalam hidup kita harus memiliki
wawasan yang luas.
|
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping. |
Telinga harus
dijauhkan dari segala macam bentuk gunjingan dan hasutan agar kita terhindar
dari omongan yang tidak baik.
|
Moral
|
Kita harus menghindari segala
gunjingan yang ditimpakan terhadap kita.
|
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah. |
Orang yang menjaga
omongannya akan mendapatkan manfaat, dan orang yang tidak menjaga omongannya
maka hal itu dapat menjadi bumerang bagi dirinya.
|
Moral
|
Menjaga omongan dapat membawa
manfaat bagi kita.
|
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan. |
Tangan juga harus
dijaga untuk tidak mengambil milik orang lain agar tidak terjadi masalah yang
tidak diinginkan.
|
Moral
|
Janganlah mengambil barang
milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
|
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh. |
Apabila makan
terlalu banyak atau berlebihan dapat menyebabkan kita kekenyangan dan akan
menimbulkan perilaku yang tidak baik.
|
Moral
|
Jika makan berhentilah sebelum
kenyang.
|
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat |
Kita harus selalu mengingat apa
kata hati kita yang terbaik, agar kita tidak kehilangan segalanya dalam hidup
ini.
|
Moral
|
Hidup harus
dijalani penuh semangat.
|
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi. |
Jangan merugikan diri dengan melakukan hal-hal yang tidak ada gunanya dan maksiat agar terhindar dari hal buruk. |
Moral
|
Jangan salah mengambil langkah
dalam hidup.
|
Ciri-ciri Gurindam Pasal
3:
·
Banyaknya suku kata tiap-tiap baris
tidak tetap, antara 8 sampai 15 suku kata.
·
Sajaknya a-a.
·
Baris pertama diakhiri dengan tanda
koma, sedangkan baris kedua diakhiri dengan tanda titik.
·
Berisi nasihat untuk menggunakan anggota
tubuh sesuai dengan fungsinya. Dan tidak berlebihan dalam menggunakannya agar
tidak terjadi hal- hal yang tidak baik.
Naskah
(Pasal 4)
|
Isi
|
Nilai
|
Makna
|
Hati
kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh. |
Hati adalah inti dari jiwa manusia. Jika hati
kotor maka hidup yang dijalani akan berantakan.
|
Moral
|
Hati
kita harus selalu bersih.
|
Apabila
dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah. |
Hati yang dengki hanya akan merugikan diri
sendiri.
|
Moral
|
Perbuatan
dengki harus kita hindari.
|
Mengumpat
dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir. |
Berbicara harus dipikir supaya tidak celaka
karenanya.
|
Moral
|
Kita
harus selalu menjaga omongan kita.
|
Pekerjaan
marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala. |
Amarah adalah perbuatan sia-sia yang hanya menghabiskan
tenaga. Akibatnya bisa jadi gila.
|
Moral
|
Janganlah
suka marah.
|
Jika
sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong. |
Orang yang pernah berbohong, sedikit apa pun
kebohongannya, akan terus tampak di mata orang lain sebagai pembohong.
|
Moral
|
Berkata
bohong hanya akan merugikan diri sendiri.
|
Tanda
orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka. |
Orang yang paling celaka adalah orang yang tidak
menyadari kesalahannya sendiri sampai harus dikatakan oleh orang lain. Dan ia
akan dinggap orang lain sebagai penyakit kulit yang membusuk.
|
Moral
|
Kita
harus menyadari kesalahan yang telah kita buat terhadap orang lain dan kita
juga harus meminta maaf karenanya.
|
Bakhil
jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah. |
Sifat pelit akan menguras hartanya sendiri,
berarti dengan menjadi dermawan justru harta kita akan bertambah.
|
Moral
|
Dalam
hidup kita harus saling membantu satu sama lain.
|
Barang
siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar. |
Apabila kita sudah dewasa hendaknya menjaga kelakuan dan kata-kata agar selalu halus dan bersih. |
Moral
|
Kita
harus menjaga perbuatan kita.
|
Barang
siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur. |
Orang
yang selalu berkata kotor dirinya akan selalu dianggap sebagai orang yang
buruk budi pekertinya.
|
Moral
|
Berkata
kotor hanya akan merugikan diri sendiri.
|
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi. |
Kita
tidak akan mengetahui kesalahan diri sendiri jika tidak ada orang lain yang
mengatakannya.
|
Moral
|
Kita
harus selalu menginstropeksi diri.
|
Ciri-ciri Gurindam Pasal
4:
·
Banyaknya
suku kata tiap-tiap baris tidak tetap, antara 8 sampai 15 suku kata.
·
Sajaknya
a-a.
·
Baris
pertama diakhiri dengan tanda koma, sedangkan baris kedua diakhiri dengan tanda
titik
·
Berisi
nasihat untuk menghilangkan segala penyakit hati yang telah bersarang di dalam
hati. Seperti iri, dengki, dendam,
fitnah, dan amarah. Semua itu hanya akan mendatangkan dampak yang tidak baik
bagi diri sendiri maupun orang lain.
3. Kosa kata
Fi’il : tingkah
laku, perbuatan
Faedah :
manfaat
Pekong : penyakit kulit yang berbau busuk
4. Simpulan
Gurindam adalah satu bentuk puisi lama yang terdiri dari dua
bait, tiap bait terdiri dari 2 baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang
merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah
atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya
atau akibat
dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Dari segi isinya gurindam
berisi nasihat yang pada umumnya berhubungan dengan moral dan kehidupan sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa gurindam merupakan karya sastra lama yang bermanfaat
untuk menyampaikan ajaran moral dalam kehidupan sehari-hari.
Pustaka
Acuan
Budisantoso, S., dkk. 1986. Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Pemprop Daerah Tingkat I Riau.
Pekanbaru.
Verhaar, J.W.M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Verhaar, J.W.M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yasyin, Sulchan.1995. Kamus
Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya. Penerbit: Amanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar