Selasa, 06 Agustus 2013

Source Code Merge Sort

/*
 * To change this template, choose Tools | Templates
 * and open the template in the editor.
 */

/**
 *
 * @author Fatur
 */
public class Nomer2 {
    public static void main(String[] args) {

int[] List1={3,6,16,19,21,23,47,81,95,100};

int[] List2={7,14,22,27,30,31,38,39,55,62};

int[] Hasil= new int[20];//array baru yang isinya 20

merge(List1,10,List2,10,Hasil);//digabung antara List1 & List2, terus dimasukkan ke Hasil

cetak (List1,10,List2,10,Hasil,20);//cetak List1, List2, Hasil

}

public static void merge(int[] List1, int sizeA, int[] List2, int sizeB, int[] Hasil)

{

int indeksA=0, indeksB=0, indeksC=0;

while(indeksA < sizeA && indeksB < sizeB) //membandingkan nilai elemen

if(List1[indeksA] < List2[indeksB]) Hasil[indeksC++] = List1[indeksA++]; //memasukkan nilai yang kecil ke array Hasil

else

Hasil[indeksC++] = List2[indeksB++];

while (indeksA < sizeA) Hasil[indeksC++] = List1[indeksA++]; //jika List1 sudah dimasukkan semua ke array Hasil

while (indeksB < sizeB) Hasil[indeksC++] = List2[indeksB++]; //jika List2 sudah dimasukkan semua ke array Hasil

}
public static void cetak(int[] List1, int sizeA, int[] List2, int sizeB, int[] Hasil, int sizeC) {
   
System.out.print(" List1 : ");

for(int i=0;i<sizeA;i++) //for nya buat nulis semua isi List1 (rentangnya 0 < List1 < sizeA (size A nya 10))
   
System.out.print(List1[i] + " ");

System.out.println(" ");

System.out.print(" List2 : ");

for(int j=0;j<sizeB;j++)//for nya buat nulis semua isi List2 (rentangnya 0 < List2 < sizeA (size B nya 10))
   
System.out.print(List2[j] + " ");

System.out.println(" ");

System.out.print(" Hasil : ");

for(int k=0;k<sizeC;k++)//for nya buat nulis semua isi dari hasil penggabungan (isinya ada 20 (didapet dari 10 + 10)

System.out.print(Hasil[k] + " ");

System.out.println(" ");
}
}

Sabtu, 25 Mei 2013

Islam Sekuler



SEKULAR,  SEKULARISASI, DAN SEKULARISME DALAM ISLAM

I.                   PENGANTAR

Sekularisme, saat ini di dunia Islam bukanlah menjadi sesuatu yang asing lagi. Dapat dikatakan bahwa sekularisme kini telah menjadi bagian dari tubuhnya, atau bahkan menjadi tubuhnya itu sendiri. Ibarat sebuah virus yang menyerang tubuh manusia, dia sudah menyerang apa saja dari bagian tubuhnya itu. Bahkan yang lebih hebat, virus itu telah menghabisi seluruh tubuh inangnya dan menjelma menjadi wujud sosok baru, bak menjelma menjadi sebuah monster yang besar dan mengerikan, sehingga sudah sulit sekali dikenali wujud aslinya.
Begitulah kondisi ummat Islam saat ini dengan sekularismenya. Perkembangan sekularisme sudah seperti gurita yang telah menyebar dan membelit kemana-mana. Hampir tidak ada sisi kehidupan ummat ini yang terlepas dari cengkeramannya. Sehingga ummat sudah tidak menyadarinya lagi, atau bahkan mungkin sudah jenak dengan keberadaannya tersebut.
Akibat panjangnya rantai sekularisme dalam tubuh ummat ini, ummat Islam sudah sangat mengalami kesulitan untuk mendeteksi keberadaannya. Sehingga tidak aneh jika ada banyak dari kalangan ummat Islam yang merasa tersinggung dan marah jika dituduh sebagai sekuler atau menjalankan sekularisme dalam kehidupan pribadi atau dalam bernegara. Mereka akan menolak mentah-mentah tuduhan itu. Mereka merasa jijik dan najis dengan sekularisme itu, dan merekapun akan menolak dengan tegas jika diseru untuk menjalankan sekularisme dalam kehidupannya. Namun kenyataan yang sesungguhnya, mereka sudah berkubang dalam limbah sekularisme itu sendiri. Menyedihkan.
Hal inilah yang memprihatinkan kita semua. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis ingin membantu mengungkapkan kembali sekularisme dengan segala tubuh, tangan, kaki dan jari-jemarinya yang telah menggurita dan membelit kemana-mana. Berikutnya, penulis akan membahas sekularisme dan segenap rantai panjangnya menurut pandangan Islam.
II.                Latar Belakang
Si A mempunyai teman bernama si B. Suatu hari, si A ngelihat si B sedang menyontek saat ulangan. Lalu, setelah itu si A memperingati si B. “B, sori ya, tapi nyontek itu kan dilarang agama, karena kamu telah membohongi guru dan diri kamu sendiri!” Lalu si B ngejawab,” A, kalau mau ngomongin agama, jangan di sini dech. Nanti malem kan ada pengajian, ayhayu kita ngomongin di mesjid aja! Da, di sini mah, urusan dunia bukan agama!”
Nah, perkataan yang diungkapkan oleh si B tadi, merupakan buah dari pemahaman sekular ini. Si B menganggap bahwa -kasarnya- agama itu tidak berperan untuk mengatur urusan keduniawian, atau dengan kata lain hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Agama hanya dipakai saat kita ke mesjid saja, atau ketika ada majelis ta’lim, atau ketika bulan Ramadhan saja, atau contoh-contoh lainnya. Orang-orang yang berpahaman sekular ini, menganggap bahwa urusan keduniawian, biar mereka saja yang mengatur, karena menganggap mereka lebih tahu tentang hakikat manusia. Padahal, pada saat yang sama -dengan logika sederhana- berarti mereka menganggap bahwa Allah itu “lebih kecil” pengetahuannya dari pada mereka!
Inti dari faham sekularisme menurut An-Nabhani (1953) adalah pemisahan agama dari kehidupan (faşlud-din ‘anil-hayah). Menurut Nasiwan (2003), sekularisme di bidang politik ditandai dengan 3 hal, yaitu: (1). Pemisahan pemerintahan dari ideologi keagamaan dan struktur eklesiatik, (2). Ekspansi pemerintah untuk mengambil fungsi pengaturan dalam bidang sosial dan ekonomi, yang semula ditangani oleh struktur keagamaan, (3). Penilaian atas kultur politik ditekankan pada alasan dan tujuan keduniaan yang tidak transenden.
Tahun yang dianggap sebagai cikal bakal munculnya sekularisme adalah 1648. Pada tahun itu telah tercapai perjanjian Westphalia. Perjanjian itu telah mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun antara Katholik dan Protestan di Eropa. Perjanjian tersebut juga telah menetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan Gereja Katholik Roma (Papp, 1988). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itulah aturan main kehidupan dilepaskan dari gereja yang dianggap sebagai wakil Tuhan. Asumsinya adalah bahwa negara itu sendirilah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya, sehingga negaralah yang layak membuat aturan untuk kehidupannya. Sementara itu, Tuhan atau agama hanya diakui keberadaannya di gereja-gereja saja.
Awalnya sekularisme memang hanya berbicara hubungan antara agama dan negara. Namun dalam perkembangannya, semangat sekularisme tumbuh dan berbiak ke segala lini pemikiran kaum intelektual pada saat itu. Sekularisme menjadi bahan bakar sekaligus sumber inspirasi ke segenap kawasan pemikiran. Paling tidak ada tiga kawasan penting yang menjadi sasaran perbiakan sekularisme.
III.             Pengertian
Perkataan sekular berasal dari bahasa latin saeculum yang mengandung dua pengertian yaitu ‘waktu’ dan ‘ruang’. Sekular dalam pengertian waktu merujuk kepada ‘sekarang’ atau ‘kini’, sedangkan dalam pengertian ruang merujuk kepada ‘dunia’ atau ‘duniawi’. Jadi sekular bermakna ‘masa kini’ yang merujuk pada peristiwa-peristiwa masa kini. Tekanan makna sekular diletakkan pada suatu waktu di masa tertentu di dunia yang dipandang sebagai proses kesejarahan.
Pengertian spatio-temporal yang terkandung dalam konsep sekular ini dari sudut sejarah berasal dari adonan tradisi Yunani-Romawi dan tradisi-tradisi Yahudi di dalam Kristen-Barat.
Sekularisasi didefinisikan sebagai pembebasan manusia, pertama dari kungkungan agama dan kemudian dari kungkungan metafisika yang mengatur akal dan bahasanya. Ia melepaskan dunia dari kefahaman mengenai dirinya yang berdasarkan agama dan faham-faham berunsurkan keagamaan, menolakworldview yang tertutup, kudus, dan sakral. Membebaskan perjalanan sejarah dari campur tangan nasib, selanjutnya nasib dunia dipandang berasal dari tangannya sendiri, dan tidak ada campur tangan dari apapun yang berada di luar dunia ini. Sekularisasi mencakup semua aspek kehidupan termasuk sosial, politik, dan budaya. Hasil terakhir dari sekularisasi adalah relativisme kesejarahan. Oleh karena itu, sejarah dalam hal ini dipandang sebagai proses sekularisasi.
Bagian-bagian utama dari dimensi sekularisasi:
·         Penghilangan pesona dari alam tabi’i (disenchantment of nature)
·         Penghilangan kesucian dan kewibawaan agama dari politik (desacralization of politics)
·         Penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai-nilai agama dalam kehidupan (deconsecration of values).
Penghilangan pesona dari alam tabi’i artinya pembebasan alam tabi’i dari unsur tambahan keagamaan, dan ini termasuk penghapusan dari makna-makna rohani, dewa-dewa, kekuatan gaib, memisahkannya dari Tuhan, dan membedakan manusia dari alam tersebut. Dengan demikian alam tidak lagi dipandang sebagai suatu kejadian yang kudus sehingga manusia bebas mengelola alam sekehendaknya dan menciptakan ‘perubahan sejarah’.
Peniadaan kesucian dan kewibawaan agama dan politik artinya menghapuskan otoritas agama pada kekuasaan dan otoritas politik, sebagai syarat utama bagi perubahan politik dan sosial sehingga memungkinkan munculnya pergerakan sejarah.
Penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai-nilai agama dalam kehidupan artinya, semua sistem nilai, termasuk agama dan pandangan alam (worldview) dianggap relatif bukan mutlak. Sehingga sejarah dan masa depan menjadi terbuka untuk perubahan, dan manusia bebas untuk melibatkan diri dalam perubahan tersebut. Manusia dituntut untuk hidup dalam kesadaran bahwa segala aturan dan tata laku moral yang menjadi panduannya akan berubah mengikuti zaman dan generasi.
Sekularisasi dibedakan dari sekularisme. Sekularisasi dianggap sebagai sesuatu proses yang berkelanjutan dan terbuka (open-ended), dimana nilai-nilai danworldview secara terus menerus diperbarui dan ber-evolusi. Sedangkan sekularisme, seperti agama, menayangkan pandangan alam (worldview) yang tertutup dan faham nilai yang mutlak sesuai dengan adanya maksud akhir sejarah yang menentukan hakikat manusia. Sekularisme memberi maksud sebagai sebuah ideologi. Meskipun sekularisme juga mengandung makna disenchantment of nature dan desacralization of politics, ia tidak mengandungdeconsectration of values. Oleh karena itu sekularisasi dianggap berbeda dengan sekularisme dimana sekularisasi menisbikan semua nilai dan menghasilkan keterbukaan yang perlu bagi tindakan manusia dan untuk sejarah sedangkan sekularisme tidak demikian.
Sifat sekularisasi dan sekularisme hanya dapat terungkap dengan jelas jika diterapkan untuk menjelaskan manusia Barat beserta kebudayaan dan peradabannya, tetapi tidak dapat diterima sebagai kebenaran jika dimaksudkan untuk menerangkan apa yang terjadi dalam dan kepada dunia dan manusia seluruhnya, termasuk kepada agama Islam dan bahkan mungkin pada agama-agama lain di Timur beserta penganutnya masing-masing. Islam menolak secara total penerapan konsep sekular, sekularisasi maupun sekularisme atas dirinya karena semua itu bukan milik Islam, asing baginya dari segala segi, dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Menurut Barat, agama hanyalah sistem kepercayaan, amalan, sikap, nilai, dan cita-cita yang tercipta dalam sejarah dan konfrontasi manusia dengan alam, yang berevolusi dalam sejarah dan melalui proses ‘perkembangan’ seperti halnya manusia yang mengalami hal yang sama.
Sedangkan dalam metafisika Islam, agama tidak dimaknai demikian. Metafisika Islam tidak hanya melibatkan perenungan intelektual belaka, tetapi juga didasarkan pada ilmu yang diperoleh melalui amalan ketaatan dan pengabdian yang tulus dalam kepasrahan yang hakiki kepada Sang Wujud menurut syariah.
Islam adalah agama wahyu yang sejati, selalu cukup, sesuai, modern atau baru, juga selalu melampaui zaman atau sejarah. Islam telah lengkap dan sempurna melampaui sejarah hingga tidak termasuk ke dalam ‘perubahan’ dan ‘perkembangan’ untuk mencari jati diri seperti yang telah dialami dan akan terus dialami oleh agama Kristen.
Istilah ‘tradisi’ dan ‘tradisional’ dalam Islam tidak merujuk pada suatu tradisi yang berhasil dari kreatifitas manusia yang berevolusi dalam sejarah dan tercipta dalam budaya. Tradisi Islam berasal dari perintah Allah, tidak diciptakan dan dilanjutkan oleh manusia dalam sejarah. Perintah Allah ini kemudian dipraktekkan oleh Nabi-Nya.
Oleh karena Islam melampaui pengaruh ‘evolusi’ dan ‘kesejarahan’ manusia, maka nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah mutlak. Ini berarti Islam memiliki pandangannya sendiri yang mutlak tentang Tuhan, alam semesta, realitas, dan manusia. Karena itu, Islam menolak deconsectration of values yang terdapat dalam ide sekularisasi.
Dalam bidang politik, Islam juga memiliki konsep yang khas. Politik dalam Islam didasarkan pada kewenangan Tuhan dan kewenangan suci Nabi SAW, juga didasarkan pada kewenangan orang-orang yang mengikuti sunnahnya. Setiap Muslim, baik secara individu maupun kolektif sebagai suatu ummah, seluruhnya menolak pengesahan agama siapapun, pemerintahan manapun dan negara apapun, kecuali orang, pemerintah atau negara itu mengikut amalan Nabi Muhammad SAW dan tunduk kepada hukum sakral yang diwahyukan Allah SWT. Ketaatan, sumpah setia, dan kesetiaan Muslim hanya kepada Allah dan Nabi-Nya, dan tidak menyertakan selainnya. Konsep ini sama sekali bertentangan dengan konsep desacralization of politics yang diperkenalkan dalam sekularisme.
Islam juga menolak ide disenchantment of nature karena dalam pandangan Islam, alam semesta adalah sebuah buku yang agung, dan terbuka untuk dimengerti dan ditafsirkan. Al Quran menyatakan bahwa manusia yang memiliki kecerdasan, pengertian, kefahaman, dan ketajaman ilmu akan mengetahui makna dari ‘buku’ itu, yang sesungguhnya sedang bercerita tentang Maha Pencipta. Alam tabi’i digambarkan sebagai ayat yang memiliki makna kosmik dan harus dihormati karena adanya hubungan simbolis dengan Tuhan. Sedangkan manusia adalah wakil Allah (khalifah) dan pewaris kerajaan alam, tanpa boleh menganggap dirinya sebagai “sekutu Allah dalam penciptaan”. Manusia harus memperlakukan alam dengan adil dan harmonis. Karena ia dipercaya oleh Allah untuk mengelola alam, maka ia harus menjaganya dan memanfaatkannya secara benar, tidak merusaknya atau menyebarkan kekacauan di dalamnya. Islam sekaligus juga memberantas pengkultusan yang salah terhadap alam, termasuk kepercayaan animisme, khurafat dan kekuatan gaib dari tuhan-tuhan palsu dari alam, tapi tidak mencabut makna spiritual sepenuhnya dari alam. Oleh karena itu konsep disenchantment of nature yang menganggap alam sebagai benda fisik semata dan manusia boleh memperlakukan alam sekehendaknya, amat bertentangan dengan ajaran Islam
IV.             PENGARUH SEKULARISME
1.      Pengaruh sekularisme di bidang aqidah
Semangat sekularisme ternyata telah mendorong munculnya libelarisme dalam berfikir di segala bidang. Kaum intelektual Barat ternyata ingin sepenuhnya membuang segala sesuatu yang berbau doktrin agama (Altwajri,1997). Mereka sepenuhnya ingin mengembalikan segala sesuatunya kepada kekuatan akal manusia. Termasuk melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat manusia, hidup dan keberadaan alam semesta ini (persoalan aqidah).
Altwajri memberi contoh penentangan para pemikir Barat terhadap faham keagamaan yang paling fundamental di bidang aqidah adalah ditandai dengan munculnya berbagai aliran pemikiran seperti: pemikiran Marxisme, Eksistensialisme, Darwinisme, Freudianisme dsb., yang memisahkan diri dari ide-ide metafisik dan spiritual tertentu, termasuk gejala keagamaan. Pandangan pemikiran seperti ini akhirnya membentuk pemahaman baru berkaitan dengan hakikat manusia, alam semesta dan kehidupan ini, yang berbeda secara diametral dengan faham keagamaan yang ada. Mereka mengingkari adanya Pencipta, sekaligus tentu saja mengingkari misi utama Pencipta menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Mereka lebih suka menyusun sendiri, melogikakannya sediri, dengan kaidah-kaidah filsafat yang telah disusun dengan rapi.
2.      Pengaruh sekularisme di bidang pengaturan kehidupan
Pengaruh dari sekularisme tidak hanya berhenti pada aspek yang paling mendasar (aqidah) tersebut, tetapi terus merambah pada aspek pengaturan kehidupan lainnya dalam rangka untuk menyelesaikan segenap persoalan kehidupan yang akan mereka hadapi. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari ikrar mereka untuk membebaskan diri dari Tuhan dan aturan-aturanNya. Sebagai contoh sederhana yang dapat dikemukakan penulis adalah:
a.      Di bidang pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, yang dianggap sebagai pelopor pemikiran modern dalam bidang politik adalah Niccola Machiavelli, yang menganggap bahwa nilai-nilai tertinggi adalah yang berhubungan dengan kehidupan dunia dan dipersempit menjadi nilai kemasyhuran, kemegahan dan kekuasaan belaka. Agama hanya diperlukan sebagai alat kepatuhan, bukan karena nilai-nilai yang dikandung agama itu sendiri (Nasiwan, 2003). Disamping itu muncul pula para pemikir demokrasi seperti John Locke, Montesquieu dll. yang mempunyai pandangan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan konstitusional yang mampu membatasi dan membagi kekuasaan sementara dari mayoritas, yang dapat melindungi kebebasan segenap individu-individu rakyatnya. Pandangan ini kemudian melahirkan tradisi pemikiran politik liberal, yaitu sistem politik yang melindungi kebebasan individu dan kelompok, yang didalamnya terdapat ruang bagi masyarakat sipil dan ruang privat yang independen dan terlepas dari kontrol negara (Widodo, 2004). Konsep demokrasi itu kemudian dirumuskan dengan sangat sederhana dan mudah oleh Presiden AS Abraham Lincoln dalam pidatonya tahun 1863 sebagai: “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” (Roberts & Lovecy, 1984).
b.      Di bidang ekonomi
Dalam bidang ekonomi, mucul tokoh besarnya seperti Adam Smith, yang menyusun teori ekonominya berangkat dari pandangannya terhadap hakikat manusia. Smith memandang bahwa manusia memiliki sifat serakah, egoistis dan mementingkan diri sendiri. Smith menganggap bahwa sifat-sifat manusia seperti ini tidak negatif, tetapi justru sangat positif, karena akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Smith berpendapat bahwa sifat egoistis manusia ini tidak akan mendatangkan kerugian dan merusak masyarakat sepanjang ada persaingan bebas. Setiap orang yang menginginkan laba dalam jangka panjang (artinya serakah), tidak akan menaikkan harga di atas tingkat harga pasar (Deliarnov, 1997).
c.       Di bidang sosiologi
Dalam bidang sosiologi, muncul pemikir besarnya seperti Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim dsb. Sosiologi ingin berangangkat untuk memahami bagaimana masyarakat bisa berfungsi dan mengapa orang-orang mau menerima kontrol masyarakat. Sosiologi juga harus bisa menjelaskan perubahan sosial, fungsi-fungsi sosial dan tempat individu di dalamnya (Osborne & Loon, 1999). Dari sosiologi inilah diharapkan peran manusia dalam melakukan rekayasa sosial dapat lebih mudah dan leluasa untuk dilakukan, ketimbang harus ‘pasrah’ dengan apa yang dianggap oleh kaum agamawan sebagai ‘ketentuan-ketentuan’ Tuhan.
d.      Di bidang pengamalan agama
Dalam pengamalan agama-pun ada prinsip sekularisme yang amat terkenal yaitu faham pluralisme agama yang memiliki tiga pilar utama (Audi, 2002), yaitu: prinsip kebebasan, yaitu negara harus memperbolehkan pengamalan agama apapun (dalam batasan-batasan tertentu); prinsip kesetaraan, yaitu negara tidak boleh memberikan pilihan suatu agama tertentu atas pihak lain; prinsip netralitas, yaitu negara harus menghindarkan diri pada suka atau tidak suka pada agama.
Dari prinsip pluralisme agama inilah muncul pandangan bahwa semua agama harus dipandang sama, memiliki kedudukan yang sama, namun hanya boleh mewujud dalam area yang paling pribagi, yaitu dalam kehidupan privat dari pemeluk-pemeluknya.
3.      Pengaruh sekularisme di bidang akademik
Di bidang akademik, kerangka keilmuan yang berkembang di Barat mengacu sepenuhnya pada prinsip-prinsip sekularisme. Hal itu paling tidak dapat dilihat dari kategorisasi filsafat yang mereka kembangkan yang mencakup tiga pilar utama pembahasan, yaitu (Suriasumantri, 1987): filsafat ilmu, yaitu pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan benar atau salah; filsafat etika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan baik atau buruk; filsafat estetika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan indah atau jelek.
Jika kita mengacu pada tiga pilar utama yang dicakup dalam pembahasan filsafat tersebut, maka kita dapat memahami bahwa sumber-sumber ilmu pengetahuan hanya didapatkan dari akal manusia, bukan dari agama, karena agama hanya didudukkan sebagai bahan pembahasan dalam lingkup moral dan hanya layak untuk berbicara baik atau buruk (etika), dan bukan pembahasan ilmiah (benar atau salah).
Dari prinsip dasar inilah ilmu pengetahuan terus berkembang dengan berbagai kaidah metodologi ilmiahnya yang semakin mapan dan tersusun rapi, untuk menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan yang lebih maju. Dengan prinsip ilmiah ini pula, pandangan-pandangan dasar berkaitan dengan aqidah maupun pengaturan kehidupan manusia sebagaimana telah diuraikan di atas, semakin berkembang, kokoh dan tak terbantahkan karena telah terbungkus dengan kedok ilmiah tersebut.
Dari seluruh uraian singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sekularisme telah hadir di dunia ini sebagai sebuah sosok alternatif yang menggantikan sepenuhnya peran Tuhan dan aturan Tuhan di dunia ini. Hampir tidak ada sudut kehidupan yang masih menyisakan peran Tuhan di dalamnya, selain tersungkur di sudut hati yang paling pribadi dari para pemeluk-peluknya yang masih setia mempertahankannya. Entah mampu bertahan sampai berapa lama?

V.                UMMAT ISLAM DAN SEKULARISME

Perkembangan sekularisme di Barat ternyata tidak hanya berhenti di tanah kelahirannya saja, tetapi terus berkembang dan disebarluaskan ke seantero dunia, termasuk di dunia Islam. Seiring dengan proses penjajahan yang mereka lakukan ide-ide sekularisme terus ditancapkan dan diajarkan kepada generasi muda Islam. Hasilnya sungguh luar biasa, begitu negeri-negeri Islam mempunyai kesempatan untuk memerdekakan diri, bentuk negara dan pemerintahan yang di bangun ummat Islam sepenuhnya mengacu pada prinsip sekularisme dengan segala turunannya. Mulai dari pengaturan pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, termasuk tentunya adalah dalam pengembangan model pendidikannya. Boleh dikatakan hampir tidak ada satupun bagian dari penataan negeri ini yang terbebas dari prinsip sekularisme tersebut.
Bahkan di garda terakhir, yaitu di lembaga pendidikan formal Islam di dunia Islam-pun tidak luput dari serangan sekularisme tersebut. Pada awalnya (di Indonesia tahun 1970-an), pembicaraan mengenai penelitian agama, yaitu menjadikan agama (lebih khusus adalah agama Islam) sebagai obyek penelitian adalah suatu hal yang masih dianggap tabu (Mudzhar, 1998). Namun jika kita menengok perkembangannya, khususnya yang meyangkut metodologi penelitiannya, maka akan kita saksikan bahwa agama Islam benar-benar telah menjadi sasaran obyek studi dan penelitian. Agama telah didudukkan sebagai gejala budaya dan gejala sosial. Penelitian agama akan melihat agama sebagai gejala budaya dan penelitian keagamaan akan melihat agama sebagai gejala sosial (Mudzhar, 1998).
Jika obyek penelitian agama dan keagamaan hanya memberikan porsi agama sebatas pada aspek budaya dan aspek sosialnya saja, maka perangkat metodologi penelitiannya tidak berbeda dari perangkat metodologi penelitian sosial sebagaimana yang ada dalam episthemologi ilmu sosial dalam sistem pendidikan sekuler. Dengan demikian ilmu yang dihasilkannya-pun tidak jauh berbeda dengan ilmu sosial lainnya, kecuali sebatas obyek penelitiannya saja yang berbeda yaitu: agama!
Dengan demikian, semakin lengkaplah peran sekularisme untuk memasukkan peran agama dalam peti matinya. Oleh karena itu tidak perlu heran, jika kita menyaksikan di sebuah negara yang mayoritas penduduknya muslim, peran agama (Islam) sama sekali tidak boleh nampak dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara riil, kecuali hanya sebatas spirit moral bagi pelaku penyelenggara negara, sebagaimana yang diajarkan oleh sekularisme.
Ummat Islam akhirnya memiliki standar junjungan baru yang lebih dianggap mulia ketimbang standar-standar yang telah ditetapkan oleh Al Qr’an dan As Sunnah. Ummat lebih suka mengukur segala kebaikan dan keburukan berdasarkan pada nilai-nilai demokrasi, HAM, pasar bebas, pluralisme, kebebasan, kesetaraan dll. yang kandungan nilainya banyak bertabrakan dengan Islam.
VI.             PANDANGAN ISLAM TERHADAP SEKULARISME
Jika sebuah ide telah menjadi sebuah raksasa yang menggurita, maka tentunya akan sangat sulit untuk melepaskan belenggu tersebut darinya. Terlebih lagi ummat Islam sudah sangat suka dan jenak dengan tata kehidupan yang sangat sekularistik tersebut. Dan sebaliknya, mereka justru sangat khawatir dan takut jika penataan negara ini harus diatur dengan syari’at Islam. Mereka khawatir, syari’at Islam adalah pilihan yang tidak tepat untuk kondisi masyarakat nasional dan internasional saat ini, yang sudah semakin maju, modern, majemuk dan pluralis. Mereka khawatir, munculnya syari’at Islam justru akan menimbulkan konflik baru, terjadinya disintegrasi, pelanggaran HAM, dan mengganggu keharmonisan kehidupan antar ummat beragama yang selama ini telah tertata dan terbina dengan baik (menurut mereka).
Untuk dapat menjawab persoalan ini, marilah kita kembalikan satu-per satu masalah ini  pada bagaimana pandangan Al Qur’an terhadap prinsip-prinsip sekularisme di atas, mulai dari yang paling mendasar, kemudian turunan-turunannya. Kita mulai dari firman Allah dalam Q.S. Al Insan: 2-4:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya dengan jalan yang lurus, ada yang bersyukur ada pula yang kafir”
“Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala”

Ayat-ayat di atas memberitahu dengan jelas kepada manusia, mulai dari siapa sesungguhnya Pencipta manusia, kemudian untuk apa Pencipta menciptakan manusia hidup di dunia ini. Hakikat hidup manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk menerima ujian dari Allah SWT, berupa perintah dan larangan. Allah juga memberi tahu bahwa datangnya petunjuk dari Allah untuk hidup manusia bukanlah pilihan bebas manusia (sebagaimana prinsip HAM), yang boleh diambil, boleh juga tidak. Akan tetapi, merupakan kewajiban asasi manusia (KAM), sebab jika manusia menolaknya (kafir) maka Allah SWT telah menyiapkan siksaan yang sangat berat di akherat kelak untuk kaum kafir tersebut.
Selanjutnya, bagi mereka yang berpendapat bahwa jalan menuju kepada petunjuk Tuhan itu boleh berbeda dan boleh dari agama mana saja (yang penting tujuan sama), sebagaimana yang diajarkan dalam prinsip pluralisme agama di atas, maka hal itu telah disinggung oleh Allah dalam firmanNya Q.S. Ali ‘Imran: 19 & 85:
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam”
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dan di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang merugi (masuk neraka)”.

Walaupun Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan yang diridhai, namun ada penegasan dari Allah SWT, bahwa tidak ada paksaan untuk masuk Islam. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah: 256:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah”.

Jika Islam harus menjadi satu-satunya agama pilihan, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, sejauh mana manusia harus melaksanakan agama Islam tersebut? Allah SWT memberitahu kepada manusia, khususnya yang telah beriman untuk mengambil Islam secara menyeluruh. Firman Allah SWT, dalam Q.S. Al Baqoroh: 208:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnaya setan itu musuh yang nyata bagimu”.

Perintah untuk masuk Islam secara keseluruhan juga bukan merupakan pilihan bebas, sebab ada ancaman dari Allah SWT, jika kita mengambil Al Qur’an secara setengah-setengah. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqoroh: 85:
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar kepada sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak akan lengah dari apa yang kamu perbuat”.

Walaupun penjelasan Allah dari ayat-ayat di atas telah gamblang, namun masih ada kalangan ummat Islam yang berpendapat bahwa kewajiban untuk terikat kepada Islam tetap hanya sebatas persoalan individu dan pribadi, bukan persoalan hubungan antar manusia dalam bermasyarakat dan bernegara. Untuk menjawab persoalan itu ada banyak ayat yang telah menjelaskan hal itu, di antaranya Q.S. Al Maidah: 48:
“Maka hukumkanlah di antara mereka dengan apa yang Allah turunkan, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka (dengan meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepada engkau”.

Perintah tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan juga berfungsi untuk mengatur dan menyelesaikan perkara yang terjadi di antara manusia. Dan dari ayat ini juga dapat diambil kesimpulan tentang keharusan adanya pihak yang mengatur, yaitu penguasa negara yang bertugas menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal itu diperkuat dalam Q.S. An Nissa’: 59:
“Hai orang-orang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Selain itu juga ada pembatasan dari Allah SWT, bahwa yang berhak untuk membuat hukum hanyalah Allah SWT.  Manusia sama sekali tidak diberi hak oleh Allah untuk membuat hukum, tidak sebagaimana yang diajarkan dalam prinsip demokrasi. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al An’am: 57:

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”.

Oleh karena itu tugas manusia di dunia hanyalah untuk mengamalkan apa-apa yang telah Allah turunkan kepadanya, baik itu menyangkut urusan ibadah, akhlaq, pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan dsb. Jika manusia termasuk penguasa enggan untuk menerapkan hukum-hukum Allah, maka ada ancaman yang keras dari Allah SWT, diantaranya, firman Allah dalam Q.S. Al Maidah: 44, 45 dan 47:
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (44). … orang yang zalim (45). … orang yang fasik (47)”.

Terhadap mereka yang terlalu khawatir terhadap dengan diterapkannya syari’at Islam, dan menganggap akan membahayakan kehidupan ini, maka cukuplah adanya jaminan dari firman Allah SWT dalam Q.S. Al Anbiya’: 107:
“Dan tiadalah Kami mengutusmu kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Ayat tersebut menerangkan bahwa munculnya rahmat itu karena diutusnya Nabi (yang membawa Islam), bukan yang sebalikya, yaitu setiap yang nampaknya mengandung maslahat itu pasti sesuai dengan Islam. Dengan demikian jika ummat manusia ingin mendapatkan rahmat dari Tuhannya, tidak bisa tidak melainkan hanya dengan menerapkan dan mengamalkan syari’at Islam. Selain itu, ayat tersebut juga menegaskan bahwa rahmat tersebut juga berlaku untuk muslim, non muslim maupun seluruh semesta alam ini. Insya Allah. Wallu a’lam bishshawab.
 KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1246 H. / 26-29 Juli M.;
MENIMBANG :
Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
Bahwa berkembangnya paham pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta dikalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan Fatwa tentang masalah tersebut;
Bahwa karena itu, MUI memandang perlu menetapkan Fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk di jadikan pedoman oleh umat Islam.
MENGINGAT :
Firman Allah :
Barang siapa mencari agama selaian agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan terima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi
(QS. Ali Imaran [3]: 85)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam
(QS. Ali Imran [3]: 19)
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
(QS. al-Kafirun [109] : 6)
Dan tidaklahpatut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
(QS. al-Azhab [33:36)
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
(QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan.
(QS. al-Qashash [28]: 77)
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta. (terhadap Allah).
(QS. al-An’am [6]: 116)
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.
(QS. al-Mu’minun [23]: 71)
Hadis Nabi saw :
Imam Muslim (w. 262 H) dalam Kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah saw :
”Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni Neraka.”
(HR Muslim)
Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-Muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi Raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
Nabi saw melakukan pergaulan social secara baik dengan komunitas-komunitas non-Muslim seperti Komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Aththab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
MEMPERHATIKAN : Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII VII MUI 2005.
Dengan bertawakal kepada Allah SWT.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PLURALISME AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan
Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanyasaja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnaah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Sekualisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesame manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan social.
Kedua : Ketentuan Hukum
Pluralism, Sekualarisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.
Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam arti haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah social yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan social dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H / 29 Juli 2005 M
MUSYAWARAHNASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa
KH. Ma’ruf Amin 
Ketua
Drs. H.Hasanuddin M. Ag
Sekretaris
Pimpinan Sidang Pleno:
Prof. Dr. H. Umar Shihab
Ketua.
Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin
Sekretaris.
























PUSTAKA ACUAN
Al-Qur’anul Karim.
Altwajri, Ahmed O., 1997. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis. Titian Ilahi Press. Jogjakarta.
Audi, Robert, 2002. Agama dan Nalar Sekuler dalam Masyarakat Liberal. Terj: Yusdani & Aden Wijdan. PSI UII & UII Press. Yogyakarta.
Deliarnov, 1997, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Rajawali Press, Jakarta.
Mudzhar, M. Atho, 1998, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. II.
An-Nabhani, Taqyuddin, 1953, Nizamul-Islam, Daarul Ummah, Beirut, Libanon, Cet. V.
Nasiwan, 2003. Diskursus antara Islam dan Negara – Suatu Kajian Tentang Islam Politik di Indonesia. Yayasan Insan Cita Kalimantan Barat. Pontianak.
Osborne, Richard & Borin Van Loon, 1999. Mengenal Sosiologi – For Beginners. Terj. Siti Kusumawati A. Mizan. Bandung.
Papp, S. Daniel, 1988. Contemporary International Relations - Frameworks fo Understanding. Macmillan Publishing Company, New York. Coller Macmillan Publishing, London.
Robert, Geoffrey & Jill Lovecy, 1984. West European Politics Today. Manchester Univesity Press, New Hampshire, USA.
Suriasumantri, Jujun S. 1987. Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Widodo, Bambang E. C., 2004. Demokrasi antara Konsep dan Realita. Makalah Diskusi Publik HTI. 29 Pebruari 2004. Jogjakarta.
Alamat email: al-waie@al-islam.or.id.

Jumat, 24 Mei 2013

SOURCE CODE EKPRESI POSTFIX MENGGUNAKAN NETBEANS

SOURCE CODE EKPRESI POSTFIX MENGGUNAKAN NETBEANS


import java.util.HashMap;
import java.util.LinkedList;
import java.util.Scanner;
import java.util.Stack;

/*
 * To change this template, choose Tools | Templates
 * and open the template in the editor.
 */

/**
 *
 * @author Fatur
 */
public class Postfix {
    /**
     * This enum data structure is defined to encapsulate
     * conceptual operations from concrete symbol representations
     */
    public enum Operation {TAMBAH, KURANG, KALI, BAGI, PANGKAT};
    /**
     * This HashMap ADT is defined to connect the
     * conceptual operations and the corresponding symbol representations
     */
    public static HashMap<String, Operation> operators =
    new HashMap<String, Operation>();
    static {
        operators.put("+", Operation.TAMBAH);
        operators.put("-", Operation.KURANG);
        operators.put("*", Operation.KALI);
        operators.put("/", Operation.BAGI);
        operators.put("^", Operation.PANGKAT);       
    }
    /**
     * operand stack, the core data structure in the algorithm
     */
    private Stack<Integer> stack;
    /**
     * Constructor, only to initialze the stack
     */
    public Postfix(){
        stack = new Stack<Integer>();
    }
    /**
     * Evaluate a postfix expression in String, return
     * the evaluated result in Integer
     * @param Ekspresipostfix
     * @return
     */
    public Integer evaluasi(String Ekspresipostfix){
        // tokenize the string first
        LinkedList<Object> tokens = tokenize(Ekspresipostfix);
        // process each item in the LinkedList
        for(Object item : tokens){
            // separate the current item into two categories
            if (item instanceof Operation) {
                /**
                 * for operators, pop the top two operands from the stack,
                 * calculate the result of the single operation, and push
                 * it to the top of the stack
                 */               
                stack.push(operateSingle(stack.pop(), stack.pop(), (Operation)item) );
            } else {
                /**
                 * for operands, push it to the stack
                 */
                stack.push((Integer)item);
            }               
            /**
             * This line is for debugging purpose to demonstrate the intermediate status
             * of the operand stack
             */
            //System.out.println(stack+"");
        }
        // the current top item in the stack should be the result
        return stack.pop();
    }
    /**
     * This method takes the advantage of the HashMap ADT to separate
     * each String token into its corresponding type, then store the converted
     * token into a LinkedList ADT regardless of how many tokens there are,
     * and finally returns the resulting list.
     * @param input
     * @return
     */
    private LinkedList<Object> tokenize(String input){
        Scanner tokens = new Scanner(input);
        LinkedList<Object> list = new LinkedList<Object>();
        String token;
        while (tokens.hasNext()){
            token = tokens.next();
            if (operators.containsKey(token)) {
                list.add(operators.get(token));
            } else {
                list.add(Integer.valueOf(token));
            }
        }
        return list;
    }
    /**
     * This method simply carry calculation of a specific operation
     * @param op2
     * @param op1
     * @param operation
     * @return
     */
    private Integer operateSingle(Integer op2, Integer op1, Operation operation) {
        switch(operation) {
        case TAMBAH:
            return op1+op2;
        case KURANG:
            return op1-op2;
        case KALI:
            return op1*op2;
        case BAGI:
            return op1/op2;
        case PANGKAT:
                        return (int)(Math.pow((double)op1, (double)op2));       
        }
        return null;
    }
    /**
     * The driver method for testing
     * @param args
     */
    public static void main(String[] args){
        String exp = "";
        Scanner scan = new Scanner(System.in);
        Postfix postfix = new Postfix();
        while(true){
            System.out.println("Masukkan ekspresi postfix");
            System.out.println("Atau tekan Q untuk keluar");
           
            exp = scan.nextLine();
            if (exp.equals("Q"))
                break;
           
            System.out.println("Hasilnya adalah : " + postfix.evaluasi(exp));
        }
    //    System.out.println("So long...");
    }
}


Jumat, 22 Februari 2013

BASIC SENTENCE ENGLISH


Session 1 :
BASIC SENTENCE ENGLISH
  1. REQUIREMENT OF WRITTEN ENGLISH
  2. SUBJECT VERB AGREEMENT
  3. SUBJECT
  4. NOUN
  5. VERB
  6. WORD ORDER AND PARALEL STRUCTURE
  7. INDEPENDENT/MAIN CLAUSE
Test
  1. The sun is shining.
  2. Several clouds in the sky.
  3. Two people they are walking slowly and quietly.
  4. Splashing through the shallow water.
  5. They probably very happy.
  6. You can imagine walking on the white glittering sand.
  7. There is a big palm tree
  8. Some shells on the sand.
  9. Is a beach on the island of Raja Ampat.
  10. No umbrellas to provide shade from the sun.
  11. On that beach, two people are enjoying the beautiful weather.
B Section
}  Point out the subjects in the following sentences:
  1. Truth crushed to earth will rise again.
  2. Good books are worthy companions.
  3. The love of money is the root of all evil..
  4. To be ready for storm is the duty of the sailor.
  5. Whatever he did was misunderstood.
  6. The Society for the Prevention of Cruelty to Animals has done much good by its teachings.
  7. To pay his bills promptly is characteristic of an honest man.
  8. The messenger said that the news was received at eight o'clock.
  9. The result of the examination was not yet known.
  10. All the talents and all the accomplishments developed by liberty and civilization were now displayed.
  11. To exercise power over another unlawfully is tyranny.
REQUIREMENTS OF A WRITTEN ENGLISH
}  Each new sentence must begin with a capital letter.
}  A sentence must end with a period, a question mark, or an exclamation point.
}  A sentence must contain a subject that only stated once.
}  A sentence must contain standard word order.
}  A sentence must have one main core idea that can stand alone. 
SUBJECT
EVERY SENTENCE MUST CONTAIN A SUBJECT
  1. Person or thing
  2. Noun phrase
  3. A pronoun
  4. An infinitive phrase
  5. An –ing phrase
  6. A noun clause
  7. Subject …… is a frequent subject describing time, weather, distance, etc. (IT)
  8. Filler subject where the verb then agrees with the noun phrase that follows it > THERE
  9. No stated subject needed.
VERB
EVERY SENTENCE MUST CONTAIN A COMPLETE VERB
WORD ORDER & PARALEL STRUCTURE
}  Use standard word order with verbs that are followed by a direct object.  (S + P/V+ O)
}  Put time expression first or last in the sentence, not between the verb and direct object.
}  For direct questions with no question word or questions with introduced by what, when, where, how, and why, use inverted word order, with the auxiliary verb before the subject.
}  Use inverted word order for emphasis after never or not only
}  ---
}  Make structures in a sequence paralel in form.  The word and connects similar structures: noun phrases, infinitive phrases, clauses, and so on.
}  When you use paired conjunctions (either/or, neither/nor, not only/but also, both/and, as/as, whether/or), use parallel structure on each side.
}  Make sure that you use parallel structures with comparison using as/than
INDEPENDENT/MAIN CLAUSES
}  Add information at the beginning
}  Add information at the end
}  Expand the subject
}  Insert some additional information in the middle
}  Expand the verb
}  Expand the object