/*
* To change this template, choose Tools | Templates
* and open the template in the editor.
*/
/**
*
* @author Fatur
*/
public class Nomer2 {
public static void main(String[] args) {
int[] List1={3,6,16,19,21,23,47,81,95,100};
int[] List2={7,14,22,27,30,31,38,39,55,62};
int[] Hasil= new int[20];//array baru yang isinya 20
merge(List1,10,List2,10,Hasil);//digabung antara List1 & List2, terus dimasukkan ke Hasil
cetak (List1,10,List2,10,Hasil,20);//cetak List1, List2, Hasil
}
public static void merge(int[] List1, int sizeA, int[] List2, int sizeB, int[] Hasil)
{
int indeksA=0, indeksB=0, indeksC=0;
while(indeksA < sizeA && indeksB < sizeB) //membandingkan nilai elemen
if(List1[indeksA] < List2[indeksB]) Hasil[indeksC++] = List1[indeksA++]; //memasukkan nilai yang kecil ke array Hasil
else
Hasil[indeksC++] = List2[indeksB++];
while (indeksA < sizeA) Hasil[indeksC++] = List1[indeksA++]; //jika List1 sudah dimasukkan semua ke array Hasil
while (indeksB < sizeB) Hasil[indeksC++] = List2[indeksB++]; //jika List2 sudah dimasukkan semua ke array Hasil
}
public static void cetak(int[] List1, int sizeA, int[] List2, int sizeB, int[] Hasil, int sizeC) {
System.out.print(" List1 : ");
for(int i=0;i<sizeA;i++) //for nya buat nulis semua isi List1 (rentangnya 0 < List1 < sizeA (size A nya 10))
System.out.print(List1[i] + " ");
System.out.println(" ");
System.out.print(" List2 : ");
for(int j=0;j<sizeB;j++)//for nya buat nulis semua isi List2 (rentangnya 0 < List2 < sizeA (size B nya 10))
System.out.print(List2[j] + " ");
System.out.println(" ");
System.out.print(" Hasil : ");
for(int k=0;k<sizeC;k++)//for nya buat nulis semua isi dari hasil penggabungan (isinya ada 20 (didapet dari 10 + 10)
System.out.print(Hasil[k] + " ");
System.out.println(" ");
}
}
Selasa, 06 Agustus 2013
Sabtu, 25 Mei 2013
Islam Sekuler
SEKULAR, SEKULARISASI, DAN SEKULARISME DALAM ISLAM
I.
PENGANTAR
Sekularisme,
saat ini di dunia Islam
bukanlah menjadi sesuatu yang asing lagi. Dapat dikatakan bahwa sekularisme
kini telah menjadi bagian dari tubuhnya, atau bahkan menjadi tubuhnya itu sendiri.
Ibarat sebuah virus yang menyerang tubuh manusia, dia sudah menyerang apa saja
dari bagian tubuhnya itu. Bahkan yang lebih hebat, virus itu telah menghabisi
seluruh tubuh inangnya dan menjelma menjadi wujud sosok baru, bak menjelma
menjadi sebuah monster yang besar dan mengerikan, sehingga sudah sulit sekali
dikenali wujud aslinya.
Begitulah
kondisi ummat Islam saat ini dengan sekularismenya. Perkembangan sekularisme
sudah seperti gurita yang telah menyebar dan membelit kemana-mana. Hampir tidak
ada sisi kehidupan ummat ini yang terlepas dari cengkeramannya. Sehingga ummat
sudah tidak menyadarinya lagi, atau bahkan mungkin sudah jenak dengan
keberadaannya tersebut.
Akibat
panjangnya rantai sekularisme dalam tubuh ummat ini, ummat Islam sudah sangat mengalami
kesulitan untuk mendeteksi keberadaannya. Sehingga tidak aneh jika ada banyak
dari kalangan ummat Islam yang merasa tersinggung dan marah jika dituduh
sebagai sekuler atau menjalankan sekularisme dalam kehidupan
pribadi atau dalam bernegara. Mereka akan menolak mentah-mentah tuduhan itu.
Mereka merasa jijik dan najis dengan sekularisme itu, dan merekapun akan
menolak dengan tegas jika diseru untuk menjalankan sekularisme dalam
kehidupannya. Namun kenyataan yang sesungguhnya, mereka sudah berkubang dalam
limbah sekularisme itu sendiri. Menyedihkan.
Hal
inilah yang memprihatinkan kita semua. Oleh karena itu, dalam tulisan ini,
penulis ingin membantu mengungkapkan kembali sekularisme dengan segala tubuh,
tangan, kaki dan jari-jemarinya yang telah menggurita dan membelit kemana-mana.
Berikutnya, penulis akan membahas sekularisme dan segenap rantai panjangnya
menurut pandangan Islam.
II.
Latar
Belakang
Si A mempunyai teman bernama si B. Suatu hari, si A
ngelihat si B sedang menyontek saat ulangan. Lalu, setelah itu si A
memperingati si B. “B, sori ya, tapi nyontek itu kan dilarang agama, karena
kamu telah membohongi guru dan diri kamu sendiri!” Lalu si B ngejawab,” A,
kalau mau ngomongin agama, jangan di sini dech. Nanti malem kan ada pengajian,
ayhayu kita ngomongin di mesjid aja! Da, di sini mah, urusan dunia bukan
agama!”
Nah, perkataan yang diungkapkan oleh si B tadi, merupakan
buah dari pemahaman sekular ini. Si B menganggap bahwa -kasarnya- agama itu
tidak berperan untuk mengatur urusan keduniawian, atau dengan kata lain
hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Agama hanya dipakai saat kita ke
mesjid saja, atau ketika ada majelis ta’lim, atau ketika bulan Ramadhan saja,
atau contoh-contoh lainnya. Orang-orang yang berpahaman sekular ini, menganggap
bahwa urusan keduniawian, biar mereka saja yang mengatur, karena menganggap
mereka lebih tahu tentang hakikat manusia. Padahal, pada saat yang sama -dengan
logika sederhana- berarti mereka menganggap bahwa Allah itu “lebih kecil”
pengetahuannya dari pada mereka!
Inti dari faham sekularisme menurut An-Nabhani (1953) adalah pemisahan agama dari
kehidupan (faşlud-din ‘anil-hayah).
Menurut Nasiwan (2003), sekularisme di bidang politik ditandai dengan 3 hal,
yaitu: (1). Pemisahan pemerintahan dari ideologi keagamaan dan struktur
eklesiatik, (2). Ekspansi pemerintah untuk mengambil fungsi pengaturan dalam
bidang sosial dan ekonomi, yang semula ditangani oleh struktur keagamaan, (3).
Penilaian atas kultur politik ditekankan pada alasan dan tujuan keduniaan yang
tidak transenden.
Tahun yang dianggap sebagai cikal bakal munculnya
sekularisme adalah 1648. Pada tahun itu telah tercapai perjanjian Westphalia. Perjanjian itu telah
mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun antara Katholik dan Protestan di Eropa.
Perjanjian tersebut juga telah menetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan
pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan
Gereja Katholik Roma (Papp, 1988). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itulah aturan main kehidupan dilepaskan dari
gereja yang dianggap sebagai wakil Tuhan. Asumsinya adalah bahwa negara itu
sendirilah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya, sehingga
negaralah yang layak membuat aturan untuk kehidupannya. Sementara itu, Tuhan
atau agama hanya diakui keberadaannya di gereja-gereja saja.
Awalnya sekularisme memang hanya berbicara hubungan antara agama dan
negara. Namun dalam perkembangannya, semangat sekularisme tumbuh dan berbiak ke
segala lini pemikiran kaum intelektual pada saat itu. Sekularisme menjadi bahan
bakar sekaligus sumber inspirasi ke segenap kawasan pemikiran. Paling tidak ada
tiga kawasan penting yang menjadi sasaran perbiakan sekularisme.
III.
Pengertian
Perkataan sekular berasal
dari bahasa latin saeculum yang
mengandung dua pengertian yaitu ‘waktu’ dan ‘ruang’. Sekular dalam pengertian
waktu merujuk kepada ‘sekarang’ atau ‘kini’, sedangkan dalam pengertian ruang
merujuk kepada ‘dunia’ atau ‘duniawi’. Jadi sekular bermakna ‘masa kini’ yang
merujuk pada peristiwa-peristiwa masa kini. Tekanan makna sekular diletakkan
pada suatu waktu di masa tertentu di dunia yang dipandang sebagai proses kesejarahan.
Pengertian spatio-temporal yang
terkandung dalam konsep sekular ini dari sudut sejarah berasal dari adonan
tradisi Yunani-Romawi dan tradisi-tradisi Yahudi di dalam Kristen-Barat.
Sekularisasi didefinisikan
sebagai pembebasan manusia, pertama dari kungkungan agama dan kemudian dari
kungkungan metafisika yang mengatur akal dan bahasanya. Ia melepaskan dunia
dari kefahaman mengenai dirinya yang berdasarkan agama dan faham-faham
berunsurkan keagamaan, menolakworldview yang tertutup, kudus,
dan sakral. Membebaskan perjalanan sejarah dari campur tangan nasib,
selanjutnya nasib dunia dipandang berasal dari tangannya sendiri, dan tidak ada
campur tangan dari apapun yang berada di luar dunia ini. Sekularisasi mencakup
semua aspek kehidupan termasuk sosial, politik, dan budaya. Hasil terakhir dari
sekularisasi adalah relativisme kesejarahan. Oleh karena itu, sejarah dalam hal
ini dipandang sebagai proses sekularisasi.
Bagian-bagian utama dari dimensi sekularisasi:
·
Penghilangan pesona dari alam
tabi’i (disenchantment of nature)
·
Penghilangan kesucian dan
kewibawaan agama dari politik (desacralization of politics)
·
Penghapusan kesucian dan
kemutlakan nilai-nilai agama dalam kehidupan (deconsecration of values).
Penghilangan
pesona dari alam tabi’i artinya pembebasan alam tabi’i dari unsur tambahan
keagamaan, dan ini termasuk penghapusan dari makna-makna rohani, dewa-dewa,
kekuatan gaib, memisahkannya dari Tuhan, dan membedakan manusia dari alam
tersebut. Dengan demikian alam tidak lagi dipandang sebagai suatu kejadian yang
kudus sehingga manusia bebas mengelola alam sekehendaknya dan menciptakan
‘perubahan sejarah’.
Peniadaan
kesucian dan kewibawaan agama dan politik artinya menghapuskan otoritas agama
pada kekuasaan dan otoritas politik, sebagai syarat utama bagi perubahan
politik dan sosial sehingga memungkinkan munculnya pergerakan sejarah.
Penghapusan
kesucian dan kemutlakan nilai-nilai agama dalam kehidupan artinya, semua sistem
nilai, termasuk agama dan pandangan alam (worldview) dianggap
relatif bukan mutlak. Sehingga sejarah dan masa depan menjadi terbuka untuk
perubahan, dan manusia bebas untuk melibatkan diri dalam perubahan tersebut.
Manusia dituntut untuk hidup dalam kesadaran bahwa segala aturan dan tata laku
moral yang menjadi panduannya akan berubah mengikuti zaman dan generasi.
Sekularisasi
dibedakan dari sekularisme. Sekularisasi
dianggap sebagai sesuatu proses yang berkelanjutan dan terbuka (open-ended), dimana nilai-nilai danworldview secara
terus menerus diperbarui dan ber-evolusi. Sedangkan sekularisme, seperti agama,
menayangkan pandangan alam (worldview) yang tertutup dan
faham nilai yang mutlak sesuai dengan adanya maksud akhir sejarah yang
menentukan hakikat manusia. Sekularisme memberi maksud sebagai sebuah ideologi.
Meskipun sekularisme juga mengandung makna disenchantment of nature dan desacralization of politics, ia tidak mengandungdeconsectration of values. Oleh karena itu sekularisasi
dianggap berbeda dengan sekularisme dimana sekularisasi menisbikan semua nilai
dan menghasilkan keterbukaan yang perlu bagi tindakan manusia dan untuk sejarah
sedangkan sekularisme tidak demikian.
Sifat
sekularisasi dan sekularisme hanya dapat terungkap dengan jelas jika diterapkan
untuk menjelaskan manusia Barat beserta kebudayaan dan peradabannya, tetapi
tidak dapat diterima sebagai kebenaran jika dimaksudkan untuk menerangkan apa
yang terjadi dalam dan kepada dunia dan manusia seluruhnya, termasuk kepada
agama Islam dan bahkan mungkin pada agama-agama lain di Timur beserta
penganutnya masing-masing. Islam menolak secara total penerapan konsep sekular,
sekularisasi maupun sekularisme atas dirinya karena semua itu bukan milik
Islam, asing baginya dari segala segi, dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Menurut
Barat, agama hanyalah sistem kepercayaan, amalan, sikap, nilai, dan cita-cita
yang tercipta dalam sejarah dan konfrontasi manusia dengan alam, yang
berevolusi dalam sejarah dan melalui proses ‘perkembangan’ seperti halnya
manusia yang mengalami hal yang sama.
Sedangkan
dalam metafisika Islam, agama tidak dimaknai demikian. Metafisika Islam tidak
hanya melibatkan perenungan intelektual belaka, tetapi juga didasarkan pada
ilmu yang diperoleh melalui amalan ketaatan dan pengabdian yang tulus dalam
kepasrahan yang hakiki kepada Sang Wujud menurut syariah.
Islam
adalah agama wahyu yang sejati, selalu cukup, sesuai, modern atau baru, juga
selalu melampaui zaman atau sejarah. Islam telah lengkap dan sempurna melampaui
sejarah hingga tidak termasuk ke dalam ‘perubahan’ dan ‘perkembangan’ untuk
mencari jati diri seperti yang telah dialami dan akan terus dialami oleh agama
Kristen.
Istilah
‘tradisi’ dan ‘tradisional’ dalam Islam tidak merujuk pada suatu tradisi yang
berhasil dari kreatifitas manusia yang berevolusi dalam sejarah dan tercipta
dalam budaya. Tradisi Islam berasal dari perintah Allah, tidak diciptakan dan
dilanjutkan oleh manusia dalam sejarah. Perintah Allah ini kemudian
dipraktekkan oleh Nabi-Nya.
Oleh
karena Islam melampaui pengaruh ‘evolusi’ dan ‘kesejarahan’ manusia, maka
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah mutlak. Ini berarti Islam
memiliki pandangannya sendiri yang mutlak tentang Tuhan, alam semesta,
realitas, dan manusia. Karena itu, Islam menolak deconsectration of values yang terdapat dalam
ide sekularisasi.
Dalam
bidang politik, Islam juga memiliki konsep yang khas. Politik dalam Islam
didasarkan pada kewenangan Tuhan dan kewenangan suci Nabi SAW, juga didasarkan
pada kewenangan orang-orang yang mengikuti sunnahnya. Setiap Muslim, baik
secara individu maupun kolektif sebagai suatu ummah, seluruhnya menolak
pengesahan agama siapapun, pemerintahan manapun dan negara apapun, kecuali
orang, pemerintah atau negara itu mengikut amalan Nabi Muhammad SAW dan tunduk
kepada hukum sakral yang diwahyukan Allah SWT. Ketaatan, sumpah setia, dan
kesetiaan Muslim hanya kepada Allah dan Nabi-Nya, dan tidak menyertakan
selainnya. Konsep ini sama sekali bertentangan dengan konsep desacralization of politics yang diperkenalkan
dalam sekularisme.
Islam
juga menolak ide disenchantment of nature karena dalam
pandangan Islam, alam semesta adalah sebuah buku yang agung, dan terbuka untuk
dimengerti dan ditafsirkan. Al Quran menyatakan bahwa manusia yang memiliki
kecerdasan, pengertian, kefahaman, dan ketajaman ilmu akan mengetahui makna
dari ‘buku’ itu, yang sesungguhnya sedang bercerita tentang Maha Pencipta. Alam
tabi’i digambarkan sebagai ayat yang memiliki makna kosmik dan harus dihormati
karena adanya hubungan simbolis dengan Tuhan. Sedangkan manusia adalah wakil
Allah (khalifah) dan pewaris kerajaan alam, tanpa boleh
menganggap dirinya sebagai “sekutu Allah dalam penciptaan”. Manusia harus
memperlakukan alam dengan adil dan harmonis. Karena ia dipercaya oleh Allah
untuk mengelola alam, maka ia harus menjaganya dan memanfaatkannya secara
benar, tidak merusaknya atau menyebarkan kekacauan di dalamnya. Islam sekaligus
juga memberantas pengkultusan yang salah terhadap alam, termasuk kepercayaan
animisme, khurafat dan kekuatan gaib dari tuhan-tuhan palsu dari alam, tapi
tidak mencabut makna spiritual sepenuhnya dari alam. Oleh karena itu konsep disenchantment of nature yang menganggap alam
sebagai benda fisik semata dan manusia boleh memperlakukan alam sekehendaknya,
amat bertentangan dengan ajaran Islam
IV.
PENGARUH
SEKULARISME
1. Pengaruh
sekularisme di bidang aqidah
Semangat sekularisme ternyata telah mendorong munculnya libelarisme
dalam berfikir di segala bidang. Kaum intelektual Barat ternyata ingin
sepenuhnya membuang segala sesuatu yang berbau doktrin agama (Altwajri,1997).
Mereka sepenuhnya ingin mengembalikan segala sesuatunya kepada kekuatan akal
manusia. Termasuk melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan
dengan hakikat manusia, hidup dan keberadaan alam semesta ini (persoalan
aqidah).
Altwajri memberi contoh penentangan para pemikir Barat
terhadap faham keagamaan yang paling fundamental di bidang aqidah adalah
ditandai dengan munculnya berbagai aliran pemikiran seperti: pemikiran
Marxisme, Eksistensialisme, Darwinisme, Freudianisme dsb., yang memisahkan diri
dari ide-ide metafisik dan spiritual tertentu, termasuk gejala keagamaan.
Pandangan pemikiran seperti ini akhirnya membentuk pemahaman baru berkaitan
dengan hakikat manusia, alam semesta dan kehidupan ini, yang berbeda secara
diametral dengan faham keagamaan yang ada. Mereka mengingkari adanya Pencipta,
sekaligus tentu saja mengingkari misi utama Pencipta menciptakan manusia, alam
semesta dan kehidupan ini. Mereka lebih suka menyusun sendiri, melogikakannya
sediri, dengan kaidah-kaidah filsafat yang telah disusun dengan rapi.
2.
Pengaruh
sekularisme di bidang pengaturan kehidupan
Pengaruh dari sekularisme tidak hanya berhenti pada aspek
yang paling mendasar (aqidah) tersebut, tetapi terus merambah pada aspek
pengaturan kehidupan lainnya dalam rangka untuk menyelesaikan segenap persoalan
kehidupan yang akan mereka hadapi. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari
ikrar mereka untuk membebaskan diri dari Tuhan dan aturan-aturanNya. Sebagai
contoh sederhana yang dapat dikemukakan penulis adalah:
a. Di
bidang pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, yang
dianggap sebagai pelopor pemikiran modern dalam bidang politik adalah Niccola
Machiavelli, yang menganggap bahwa nilai-nilai tertinggi adalah yang
berhubungan dengan kehidupan dunia dan dipersempit menjadi nilai kemasyhuran,
kemegahan dan kekuasaan belaka. Agama hanya diperlukan sebagai alat kepatuhan, bukan karena nilai-nilai
yang dikandung agama itu sendiri (Nasiwan, 2003). Disamping itu muncul pula
para pemikir demokrasi seperti John Locke, Montesquieu dll. yang mempunyai
pandangan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan konstitusional yang
mampu membatasi dan membagi kekuasaan sementara dari mayoritas, yang dapat
melindungi kebebasan segenap individu-individu rakyatnya. Pandangan ini
kemudian melahirkan tradisi pemikiran politik liberal, yaitu sistem politik
yang melindungi kebebasan individu dan kelompok, yang didalamnya terdapat ruang
bagi masyarakat sipil dan ruang privat yang independen dan terlepas dari
kontrol negara (Widodo, 2004). Konsep demokrasi itu kemudian dirumuskan dengan
sangat sederhana dan mudah oleh Presiden AS Abraham Lincoln dalam pidatonya
tahun 1863 sebagai: “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”
(Roberts & Lovecy, 1984).
b.
Di bidang ekonomi
Dalam
bidang ekonomi, mucul tokoh besarnya seperti Adam Smith, yang menyusun teori
ekonominya berangkat dari pandangannya terhadap hakikat manusia. Smith
memandang bahwa manusia memiliki sifat serakah, egoistis dan mementingkan diri
sendiri. Smith menganggap bahwa sifat-sifat manusia seperti ini tidak negatif,
tetapi justru sangat positif, karena akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan secara keseluruhan. Smith berpendapat bahwa sifat egoistis manusia
ini tidak akan mendatangkan kerugian dan merusak masyarakat sepanjang ada persaingan
bebas. Setiap orang yang menginginkan laba dalam jangka panjang (artinya
serakah), tidak akan menaikkan harga di atas tingkat harga pasar (Deliarnov,
1997).
c.
Di bidang sosiologi
Dalam bidang sosiologi, muncul
pemikir besarnya seperti Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim dsb.
Sosiologi ingin berangangkat untuk memahami bagaimana masyarakat bisa berfungsi
dan mengapa orang-orang mau menerima kontrol masyarakat. Sosiologi juga harus bisa menjelaskan perubahan
sosial, fungsi-fungsi sosial dan tempat individu di dalamnya (Osborne &
Loon, 1999). Dari sosiologi inilah diharapkan peran manusia dalam melakukan
rekayasa sosial dapat lebih mudah dan leluasa untuk dilakukan, ketimbang harus
‘pasrah’ dengan apa yang dianggap oleh kaum agamawan sebagai
‘ketentuan-ketentuan’ Tuhan.
d.
Di bidang pengamalan
agama
Dalam pengamalan agama-pun ada
prinsip sekularisme yang amat terkenal yaitu faham pluralisme agama yang
memiliki tiga pilar utama (Audi, 2002), yaitu: prinsip kebebasan, yaitu
negara harus memperbolehkan pengamalan agama apapun (dalam batasan-batasan
tertentu); prinsip kesetaraan, yaitu negara tidak boleh memberikan
pilihan suatu agama tertentu atas pihak lain; prinsip netralitas, yaitu
negara harus menghindarkan diri pada suka atau tidak suka pada agama.
Dari prinsip pluralisme agama
inilah muncul pandangan bahwa semua agama harus dipandang sama, memiliki
kedudukan yang sama, namun hanya boleh mewujud dalam area yang paling pribagi,
yaitu dalam kehidupan privat dari pemeluk-pemeluknya.
3.
Pengaruh sekularisme di
bidang akademik
Di bidang akademik, kerangka keilmuan yang berkembang di
Barat mengacu sepenuhnya pada prinsip-prinsip sekularisme. Hal itu paling tidak
dapat dilihat dari kategorisasi filsafat yang mereka kembangkan yang mencakup
tiga pilar utama pembahasan, yaitu (Suriasumantri, 1987): filsafat ilmu,
yaitu pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan benar atau salah; filsafat
etika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan baik atau buruk; filsafat
estetika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan indah atau jelek.
Jika kita mengacu pada tiga pilar utama yang dicakup
dalam pembahasan filsafat tersebut, maka kita dapat memahami bahwa
sumber-sumber ilmu pengetahuan hanya didapatkan dari akal manusia, bukan dari
agama, karena agama hanya didudukkan sebagai bahan pembahasan dalam lingkup
moral dan hanya layak untuk berbicara baik atau buruk (etika), dan bukan
pembahasan ilmiah (benar atau salah).
Dari prinsip dasar inilah ilmu pengetahuan terus
berkembang dengan berbagai kaidah metodologi ilmiahnya yang semakin mapan dan
tersusun rapi, untuk menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan yang lebih
maju. Dengan prinsip ilmiah ini pula, pandangan-pandangan dasar berkaitan
dengan aqidah maupun pengaturan kehidupan manusia sebagaimana telah diuraikan
di atas, semakin berkembang, kokoh dan tak terbantahkan karena telah terbungkus
dengan kedok ilmiah tersebut.
Dari seluruh uraian singkat di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa sekularisme telah hadir di dunia ini sebagai sebuah sosok
alternatif yang menggantikan sepenuhnya peran Tuhan dan aturan Tuhan di dunia
ini. Hampir tidak ada sudut kehidupan yang masih menyisakan peran Tuhan di
dalamnya, selain tersungkur di sudut hati yang paling pribadi dari para
pemeluk-peluknya yang masih setia mempertahankannya. Entah
mampu bertahan sampai berapa lama?
V.
UMMAT ISLAM DAN
SEKULARISME
Perkembangan sekularisme di Barat
ternyata tidak hanya berhenti di tanah kelahirannya saja, tetapi terus
berkembang dan disebarluaskan ke seantero dunia, termasuk di dunia Islam. Seiring dengan proses penjajahan yang
mereka lakukan ide-ide sekularisme terus ditancapkan dan diajarkan kepada generasi
muda Islam. Hasilnya sungguh luar biasa, begitu negeri-negeri Islam mempunyai
kesempatan untuk memerdekakan diri, bentuk negara dan pemerintahan yang di
bangun ummat Islam sepenuhnya mengacu pada prinsip sekularisme dengan segala
turunannya. Mulai dari pengaturan pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya,
termasuk tentunya adalah dalam pengembangan model pendidikannya. Boleh
dikatakan hampir tidak ada satupun bagian dari penataan negeri ini yang
terbebas dari prinsip sekularisme tersebut.
Bahkan di
garda terakhir, yaitu di lembaga pendidikan formal Islam di dunia Islam-pun
tidak luput dari serangan sekularisme tersebut. Pada awalnya (di Indonesia
tahun 1970-an), pembicaraan mengenai penelitian agama, yaitu menjadikan agama
(lebih khusus adalah agama Islam) sebagai obyek penelitian adalah suatu hal
yang masih dianggap tabu (Mudzhar, 1998). Namun jika kita menengok
perkembangannya, khususnya yang meyangkut metodologi penelitiannya, maka akan
kita saksikan bahwa agama Islam benar-benar telah menjadi sasaran obyek studi
dan penelitian. Agama telah didudukkan sebagai gejala budaya dan gejala sosial.
Penelitian agama akan melihat agama sebagai gejala budaya dan penelitian
keagamaan akan melihat agama sebagai gejala sosial (Mudzhar, 1998).
Jika
obyek penelitian agama dan keagamaan hanya memberikan porsi agama sebatas pada
aspek budaya dan aspek sosialnya saja, maka perangkat metodologi penelitiannya
tidak berbeda dari perangkat metodologi penelitian sosial sebagaimana yang ada
dalam episthemologi ilmu sosial dalam sistem pendidikan sekuler. Dengan
demikian ilmu yang dihasilkannya-pun tidak jauh berbeda dengan ilmu sosial
lainnya, kecuali sebatas obyek penelitiannya saja yang berbeda yaitu: agama!
Dengan
demikian, semakin lengkaplah peran sekularisme untuk memasukkan peran agama
dalam peti matinya. Oleh karena itu tidak perlu heran, jika kita menyaksikan di
sebuah negara yang mayoritas penduduknya muslim, peran agama (Islam) sama
sekali tidak boleh nampak dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara secara riil, kecuali hanya sebatas spirit moral bagi pelaku
penyelenggara negara, sebagaimana yang diajarkan oleh sekularisme.
Ummat
Islam akhirnya memiliki standar junjungan baru yang lebih dianggap mulia
ketimbang standar-standar yang telah ditetapkan oleh Al Qr’an dan As Sunnah.
Ummat lebih suka mengukur segala kebaikan dan keburukan berdasarkan pada
nilai-nilai demokrasi, HAM, pasar bebas, pluralisme, kebebasan, kesetaraan dll.
yang kandungan nilainya banyak bertabrakan dengan Islam.
VI.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP
SEKULARISME
Jika
sebuah ide telah menjadi sebuah raksasa yang menggurita, maka tentunya akan
sangat sulit untuk melepaskan belenggu tersebut darinya. Terlebih lagi ummat
Islam sudah sangat suka dan jenak dengan tata kehidupan yang sangat
sekularistik tersebut. Dan sebaliknya, mereka justru sangat khawatir dan takut
jika penataan negara ini harus diatur dengan syari’at Islam. Mereka khawatir,
syari’at Islam adalah pilihan yang tidak tepat untuk kondisi masyarakat
nasional dan internasional saat ini, yang sudah semakin maju, modern, majemuk
dan pluralis. Mereka khawatir, munculnya syari’at Islam justru akan menimbulkan
konflik baru, terjadinya disintegrasi, pelanggaran HAM, dan mengganggu
keharmonisan kehidupan antar ummat beragama yang selama ini telah tertata dan
terbina dengan baik (menurut mereka).
Untuk
dapat menjawab persoalan ini, marilah kita kembalikan satu-per satu masalah
ini pada bagaimana pandangan Al Qur’an
terhadap prinsip-prinsip sekularisme di atas, mulai dari yang paling mendasar,
kemudian turunan-turunannya. Kita mulai dari firman Allah dalam Q.S. Al Insan:
2-4:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya dengan jalan
yang lurus, ada yang bersyukur ada pula yang kafir”
“Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang
kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala”
Ayat-ayat
di atas memberitahu dengan jelas kepada manusia, mulai dari siapa sesungguhnya
Pencipta manusia, kemudian untuk apa Pencipta menciptakan manusia hidup di
dunia ini. Hakikat hidup manusia di dunia ini tidak lain adalah untuk menerima
ujian dari Allah SWT, berupa perintah dan larangan. Allah juga memberi tahu
bahwa datangnya petunjuk dari Allah untuk hidup manusia bukanlah pilihan bebas
manusia (sebagaimana prinsip HAM), yang boleh diambil, boleh juga tidak. Akan
tetapi, merupakan kewajiban asasi manusia (KAM), sebab jika manusia menolaknya
(kafir) maka Allah SWT telah menyiapkan siksaan yang sangat berat di akherat
kelak untuk kaum kafir tersebut.
Selanjutnya,
bagi mereka yang berpendapat bahwa jalan menuju kepada petunjuk Tuhan itu boleh
berbeda dan boleh dari agama mana saja (yang penting tujuan sama), sebagaimana
yang diajarkan dalam prinsip pluralisme agama di atas, maka hal itu telah
disinggung oleh Allah dalam firmanNya Q.S. Ali ‘Imran: 19 & 85:
“Sesungguhnya
agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam”
“Barangsiapa mencari agama selain Islam,
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dan di akhirat kelak dia
termasuk orang-orang yang merugi (masuk neraka)”.
Walaupun
Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan yang diridhai, namun ada
penegasan dari Allah SWT, bahwa tidak ada paksaan untuk masuk Islam. Firman
Allah SWT dalam Q.S. Al Baqarah: 256:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah”.
Jika
Islam harus menjadi satu-satunya agama pilihan, yang menjadi pertanyaan
berikutnya adalah, sejauh mana manusia harus melaksanakan agama Islam tersebut?
Allah SWT memberitahu kepada manusia, khususnya yang telah beriman untuk
mengambil Islam secara menyeluruh. Firman Allah SWT, dalam Q.S. Al Baqoroh:
208:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.
Sesungguhnaya setan itu musuh yang nyata bagimu”.
Perintah
untuk masuk Islam secara keseluruhan juga bukan merupakan pilihan bebas, sebab
ada ancaman dari Allah SWT, jika kita mengambil Al Qur’an secara
setengah-setengah. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al Baqoroh: 85:
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab
dan ingkar kepada sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang
berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan
pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah
tidak akan lengah dari apa yang kamu perbuat”.
Walaupun
penjelasan Allah dari ayat-ayat di atas telah gamblang, namun masih ada
kalangan ummat Islam yang berpendapat bahwa kewajiban untuk terikat kepada
Islam tetap hanya sebatas persoalan individu dan pribadi, bukan persoalan
hubungan antar manusia dalam bermasyarakat dan bernegara. Untuk menjawab
persoalan itu ada banyak ayat yang telah menjelaskan hal itu, di antaranya Q.S.
Al Maidah: 48:
“Maka hukumkanlah di antara mereka dengan
apa yang Allah turunkan, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka
(dengan meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepada engkau”.
Perintah
tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan juga berfungsi untuk mengatur
dan menyelesaikan perkara yang terjadi di antara manusia. Dan dari ayat ini
juga dapat diambil kesimpulan tentang keharusan adanya pihak yang mengatur,
yaitu penguasa negara yang bertugas menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal itu
diperkuat dalam Q.S. An Nissa’: 59:
“Hai orang-orang beriman, ta’atilah Allah dan
ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Selain
itu juga ada pembatasan dari Allah SWT, bahwa yang berhak untuk membuat hukum
hanyalah Allah SWT. Manusia sama sekali
tidak diberi hak oleh Allah untuk membuat hukum, tidak sebagaimana yang
diajarkan dalam prinsip demokrasi. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al An’am: 57:
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia
menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”.
Oleh
karena itu tugas manusia di dunia hanyalah untuk mengamalkan apa-apa yang telah
Allah turunkan kepadanya, baik itu menyangkut urusan ibadah, akhlaq,
pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan dsb. Jika manusia termasuk penguasa
enggan untuk menerapkan hukum-hukum Allah, maka ada ancaman yang keras dari
Allah SWT, diantaranya, firman Allah dalam Q.S. Al Maidah: 44, 45 dan 47:
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (44). …
orang yang zalim (45). … orang yang fasik (47)”.
Terhadap
mereka yang terlalu khawatir terhadap dengan diterapkannya syari’at Islam, dan
menganggap akan membahayakan kehidupan ini, maka cukuplah adanya jaminan dari
firman Allah SWT dalam Q.S. Al Anbiya’: 107:
“Dan tiadalah Kami mengutusmu kamu (Muhammad),
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Ayat
tersebut menerangkan bahwa munculnya rahmat itu karena diutusnya Nabi (yang
membawa Islam), bukan yang sebalikya, yaitu setiap yang nampaknya mengandung
maslahat itu pasti sesuai dengan Islam. Dengan demikian jika ummat manusia
ingin mendapatkan rahmat dari Tuhannya, tidak bisa tidak melainkan hanya dengan
menerapkan dan mengamalkan syari’at Islam. Selain itu, ayat tersebut juga
menegaskan bahwa rahmat tersebut juga berlaku untuk muslim, non muslim maupun
seluruh semesta alam ini. Insya Allah. Wallu a’lam bishshawab.
KEPUTUSAN
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia
(MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1246 H. /
26-29 Juli M.;
MENIMBANG
:
Bahwa pada akhir-akhir ini
berkembang paham pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta
paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
Bahwa berkembangnya paham
pluralisme agama, liberalisme dan sekularisme serta dikalangan masyarakat telah
menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan
Fatwa tentang masalah tersebut;
Bahwa karena itu, MUI memandang
perlu menetapkan Fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme
agama tersebut untuk di jadikan pedoman oleh umat Islam.
MENGINGAT
:
Firman Allah :
Barang
siapa mencari agama selaian agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan terima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi
(QS. Ali Imaran [3]: 85)
(QS. Ali Imaran [3]: 85)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah
hanyalah Islam
(QS. Ali Imran [3]: 19)
(QS. Ali Imran [3]: 19)
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
(QS. al-Kafirun [109] : 6)
(QS. al-Kafirun [109] : 6)
Dan tidaklahpatut bagi laki-laki yang mu’min dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.
(QS. al-Azhab [33:36)
(QS. al-Azhab [33:36)
Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang
yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu
(orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai
kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
(QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9)
(QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan.
(QS. al-Qashash [28]: 77)
(QS. al-Qashash [28]: 77)
Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta. (terhadap
Allah).
(QS. al-An’am [6]: 116)
(QS. al-An’am [6]: 116)
Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.
(QS. al-Mu’minun [23]: 71)
(QS. al-Mu’minun [23]: 71)
Hadis Nabi saw :
Imam Muslim (w. 262 H)
dalam Kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah saw :
”Demi
Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun
Nasrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan
tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni
Neraka.”
(HR Muslim)
(HR Muslim)
Nabi mengirimkan
surat-surat dakwah kepada orang-orang non-Muslim, antara lain Kaisar Heraklius,
Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi Raja Abesenia yang beragama
Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka
untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam
Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
Nabi saw melakukan
pergaulan social secara baik dengan komunitas-komunitas non-Muslim seperti
Komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran;
bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Aththab adalah tokoh
Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
MEMPERHATIKAN
: Pendapat
Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII VII MUI 2005.
Dengan bertawakal kepada
Allah SWT.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
: FATWA
TENTANG PLURALISME AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Pertama : Ketentuan Umum
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang
dimaksud dengan
Pluralisme
agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua
agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh
sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanyasaja
yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa
semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
Pluralitas
agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau
daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
Liberalisme adalah
memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnaah) dengan menggunakan akal
pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan
akal pikiran semata.
Sekualisme adalah
memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan
pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesame manusia diatur hanya dengan
berdasarkan kesepakatan social.
Kedua
: Ketentuan
Hukum
Pluralism, Sekualarisme dan
Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang
bertentangan dengan ajaran agama islam.
Umat Islam haram mengikuti
paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.
Dalam masalah aqidah dan
ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam arti haram mencampur adukan
aqidah dan ibadah umat islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
Bagi masyarakat muslim yang
tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah social
yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif,
dalam arti tetap melakukan pergaulan social dengan pemeluk agama lain sepanjang
tidak saling merugikan.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H / 29 Juli 2005 M
Pada tanggal: 22 Jumadil Akhir 1426 H / 29 Juli 2005 M
MUSYAWARAHNASIONAL
VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa
KH. Ma’ruf Amin
Ketua
Ketua
Drs. H.Hasanuddin M. Ag
Sekretaris
Sekretaris
Pimpinan Sidang Pleno:
Prof. Dr. H. Umar Shihab
Ketua.
Ketua.
Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin
Sekretaris.
Sekretaris.
PUSTAKA
ACUAN
Al-Qur’anul Karim.
Altwajri, Ahmed O., 1997. Islam,
Barat dan Kebebasan Akademis. Titian Ilahi
Press. Jogjakarta.
Audi, Robert, 2002. Agama dan Nalar Sekuler dalam Masyarakat Liberal. Terj: Yusdani & Aden Wijdan. PSI UII & UII
Press. Yogyakarta.
Deliarnov, 1997, Perkembangan
Pemikiran Ekonomi, Rajawali Press, Jakarta.
Mudzhar, M. Atho, 1998, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan
Praktek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. II.
An-Nabhani, Taqyuddin, 1953, Nizamul-Islam,
Daarul Ummah, Beirut, Libanon, Cet. V.
Nasiwan, 2003. Diskursus antara Islam
dan Negara – Suatu Kajian Tentang Islam Politik di Indonesia. Yayasan Insan
Cita Kalimantan Barat. Pontianak.
Osborne, Richard & Borin Van Loon,
1999. Mengenal Sosiologi – For Beginners. Terj. Siti Kusumawati
A. Mizan. Bandung.
Papp, S. Daniel, 1988. Contemporary
International Relations - Frameworks fo Understanding. Macmillan
Publishing Company, New York. Coller Macmillan Publishing, London.
Robert, Geoffrey & Jill Lovecy, 1984. West
European Politics Today. Manchester Univesity Press, New Hampshire,
USA.
Suriasumantri, Jujun S. 1987.
Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Widodo, Bambang E. C., 2004. Demokrasi
antara Konsep dan Realita. Makalah Diskusi Publik HTI. 29 Pebruari 2004.
Jogjakarta.
Jumat, 24 Mei 2013
SOURCE CODE EKPRESI POSTFIX MENGGUNAKAN NETBEANS
SOURCE CODE EKPRESI POSTFIX MENGGUNAKAN NETBEANS
import java.util.HashMap;
import java.util.LinkedList;
import java.util.Scanner;
import java.util.Stack;
/*
* To change this template, choose Tools | Templates
* and open the template in the editor.
*/
/**
*
* @author Fatur
*/
public class Postfix {
/**
* This enum data structure is defined to encapsulate
* conceptual operations from concrete symbol representations
*/
public enum Operation {TAMBAH, KURANG, KALI, BAGI, PANGKAT};
/**
* This HashMap ADT is defined to connect the
* conceptual operations and the corresponding symbol representations
*/
public static HashMap<String, Operation> operators =
new HashMap<String, Operation>();
static {
operators.put("+", Operation.TAMBAH);
operators.put("-", Operation.KURANG);
operators.put("*", Operation.KALI);
operators.put("/", Operation.BAGI);
operators.put("^", Operation.PANGKAT);
}
/**
* operand stack, the core data structure in the algorithm
*/
private Stack<Integer> stack;
/**
* Constructor, only to initialze the stack
*/
public Postfix(){
stack = new Stack<Integer>();
}
/**
* Evaluate a postfix expression in String, return
* the evaluated result in Integer
* @param Ekspresipostfix
* @return
*/
public Integer evaluasi(String Ekspresipostfix){
// tokenize the string first
LinkedList<Object> tokens = tokenize(Ekspresipostfix);
// process each item in the LinkedList
for(Object item : tokens){
// separate the current item into two categories
if (item instanceof Operation) {
/**
* for operators, pop the top two operands from the stack,
* calculate the result of the single operation, and push
* it to the top of the stack
*/
stack.push(operateSingle(stack.pop(), stack.pop(), (Operation)item) );
} else {
/**
* for operands, push it to the stack
*/
stack.push((Integer)item);
}
/**
* This line is for debugging purpose to demonstrate the intermediate status
* of the operand stack
*/
//System.out.println(stack+"");
}
// the current top item in the stack should be the result
return stack.pop();
}
/**
* This method takes the advantage of the HashMap ADT to separate
* each String token into its corresponding type, then store the converted
* token into a LinkedList ADT regardless of how many tokens there are,
* and finally returns the resulting list.
* @param input
* @return
*/
private LinkedList<Object> tokenize(String input){
Scanner tokens = new Scanner(input);
LinkedList<Object> list = new LinkedList<Object>();
String token;
while (tokens.hasNext()){
token = tokens.next();
if (operators.containsKey(token)) {
list.add(operators.get(token));
} else {
list.add(Integer.valueOf(token));
}
}
return list;
}
/**
* This method simply carry calculation of a specific operation
* @param op2
* @param op1
* @param operation
* @return
*/
private Integer operateSingle(Integer op2, Integer op1, Operation operation) {
switch(operation) {
case TAMBAH:
return op1+op2;
case KURANG:
return op1-op2;
case KALI:
return op1*op2;
case BAGI:
return op1/op2;
case PANGKAT:
return (int)(Math.pow((double)op1, (double)op2));
}
return null;
}
/**
* The driver method for testing
* @param args
*/
public static void main(String[] args){
String exp = "";
Scanner scan = new Scanner(System.in);
Postfix postfix = new Postfix();
while(true){
System.out.println("Masukkan ekspresi postfix");
System.out.println("Atau tekan Q untuk keluar");
exp = scan.nextLine();
if (exp.equals("Q"))
break;
System.out.println("Hasilnya adalah : " + postfix.evaluasi(exp));
}
// System.out.println("So long...");
}
}
import java.util.HashMap;
import java.util.LinkedList;
import java.util.Scanner;
import java.util.Stack;
/*
* To change this template, choose Tools | Templates
* and open the template in the editor.
*/
/**
*
* @author Fatur
*/
public class Postfix {
/**
* This enum data structure is defined to encapsulate
* conceptual operations from concrete symbol representations
*/
public enum Operation {TAMBAH, KURANG, KALI, BAGI, PANGKAT};
/**
* This HashMap ADT is defined to connect the
* conceptual operations and the corresponding symbol representations
*/
public static HashMap<String, Operation> operators =
new HashMap<String, Operation>();
static {
operators.put("+", Operation.TAMBAH);
operators.put("-", Operation.KURANG);
operators.put("*", Operation.KALI);
operators.put("/", Operation.BAGI);
operators.put("^", Operation.PANGKAT);
}
/**
* operand stack, the core data structure in the algorithm
*/
private Stack<Integer> stack;
/**
* Constructor, only to initialze the stack
*/
public Postfix(){
stack = new Stack<Integer>();
}
/**
* Evaluate a postfix expression in String, return
* the evaluated result in Integer
* @param Ekspresipostfix
* @return
*/
public Integer evaluasi(String Ekspresipostfix){
// tokenize the string first
LinkedList<Object> tokens = tokenize(Ekspresipostfix);
// process each item in the LinkedList
for(Object item : tokens){
// separate the current item into two categories
if (item instanceof Operation) {
/**
* for operators, pop the top two operands from the stack,
* calculate the result of the single operation, and push
* it to the top of the stack
*/
stack.push(operateSingle(stack.pop(), stack.pop(), (Operation)item) );
} else {
/**
* for operands, push it to the stack
*/
stack.push((Integer)item);
}
/**
* This line is for debugging purpose to demonstrate the intermediate status
* of the operand stack
*/
//System.out.println(stack+"");
}
// the current top item in the stack should be the result
return stack.pop();
}
/**
* This method takes the advantage of the HashMap ADT to separate
* each String token into its corresponding type, then store the converted
* token into a LinkedList ADT regardless of how many tokens there are,
* and finally returns the resulting list.
* @param input
* @return
*/
private LinkedList<Object> tokenize(String input){
Scanner tokens = new Scanner(input);
LinkedList<Object> list = new LinkedList<Object>();
String token;
while (tokens.hasNext()){
token = tokens.next();
if (operators.containsKey(token)) {
list.add(operators.get(token));
} else {
list.add(Integer.valueOf(token));
}
}
return list;
}
/**
* This method simply carry calculation of a specific operation
* @param op2
* @param op1
* @param operation
* @return
*/
private Integer operateSingle(Integer op2, Integer op1, Operation operation) {
switch(operation) {
case TAMBAH:
return op1+op2;
case KURANG:
return op1-op2;
case KALI:
return op1*op2;
case BAGI:
return op1/op2;
case PANGKAT:
return (int)(Math.pow((double)op1, (double)op2));
}
return null;
}
/**
* The driver method for testing
* @param args
*/
public static void main(String[] args){
String exp = "";
Scanner scan = new Scanner(System.in);
Postfix postfix = new Postfix();
while(true){
System.out.println("Masukkan ekspresi postfix");
System.out.println("Atau tekan Q untuk keluar");
exp = scan.nextLine();
if (exp.equals("Q"))
break;
System.out.println("Hasilnya adalah : " + postfix.evaluasi(exp));
}
// System.out.println("So long...");
}
}
Jumat, 22 Februari 2013
BASIC SENTENCE ENGLISH
Session 1 :
BASIC SENTENCE ENGLISH
BASIC SENTENCE ENGLISH
- REQUIREMENT OF WRITTEN ENGLISH
- SUBJECT VERB AGREEMENT
- SUBJECT
- NOUN
- VERB
- WORD ORDER AND PARALEL STRUCTURE
- INDEPENDENT/MAIN CLAUSE
Test
- The sun is shining.
- Several clouds in the sky.
- Two people they are walking slowly and quietly.
- Splashing through the shallow water.
- They probably very happy.
- You can imagine walking on the white glittering
sand.
- There is a big palm tree
- Some shells on the sand.
- Is a beach on the island of Raja Ampat.
- No umbrellas to provide shade from the sun.
- On that beach, two people are enjoying the
beautiful weather.
B Section
} Point out the subjects in the following sentences:
- Truth crushed to earth will rise again.
- Good books are worthy companions.
- The love of money is the root of all evil..
- To be ready for storm is the duty of the sailor.
- Whatever he did was misunderstood.
- The Society for the Prevention of Cruelty to
Animals has
done much good by its teachings.
- To pay his bills promptly is characteristic of an honest man.
- The messenger said that the news was received at eight o'clock.
- The result of the examination was not yet known.
- All the talents and all the accomplishments
developed by liberty and civilization were now displayed.
- To exercise power over another unlawfully is tyranny.
REQUIREMENTS OF
A WRITTEN ENGLISH
} Each new sentence must begin with a capital letter.
} A sentence must end with a period, a question mark, or
an exclamation point.
} A sentence must contain a subject that only stated
once.
} A sentence must contain standard word order.
} A sentence must have one main core idea that can stand
alone.
SUBJECT
EVERY SENTENCE
MUST CONTAIN A SUBJECT
- Person or thing
- Noun phrase
- A pronoun
- An infinitive phrase
- An –ing phrase
- A noun clause
- Subject …… is a frequent subject describing time,
weather, distance, etc. (IT)
- Filler subject where the verb then agrees with
the noun phrase that follows it > THERE
- No stated subject needed.
VERB
EVERY SENTENCE
MUST CONTAIN A COMPLETE VERB
WORD ORDER &
PARALEL STRUCTURE
} Use standard word order with verbs that are followed
by a direct object. (S + P/V+ O)
} Put time expression first or last in the sentence, not
between the verb and direct object.
} For direct questions with no question word or
questions with introduced by what, when, where, how, and why, use inverted word
order, with the auxiliary verb before the subject.
} Use inverted word order for emphasis after never
or not only
} ---
} Make structures in a sequence paralel in form. The word and connects similar
structures: noun phrases, infinitive phrases, clauses, and so on.
} When you use paired conjunctions (either/or,
neither/nor, not only/but also, both/and, as/as, whether/or), use parallel
structure on each side.
} Make sure that you use parallel structures with comparison
using as/than
INDEPENDENT/MAIN
CLAUSES
} Add information at the beginning
} Add information at the end
} Expand the subject
} Insert some additional information in the middle
} Expand the verb
} Expand the object
Langganan:
Postingan (Atom)